SATARUPA

Nawasena Afati
Chapter #12

10 : Senja Di Keraton Surosowan

"Jika di saat senja datang aku melihat senyummu, maka aku akan berdoa agar senja itu setiap hari bisa datang.”

***

Cahaya matahari yang meredup, menciptakan pemandangan indah dan magis. Burung-burung yang terbang kembali ke sarang mereka, menciptakan suasana yang hangat. Sementara angin sepoi-sepoi, bertiup lembut menyegarkan suasana yang ada. Dan langit, yang hampir menenggelamkan sang surya—kini mulai menampakkan semburat berwarna oranye kemerahan. Itu adalah senja, dia hampir sampai ke permukaan langit untuk memperlihatkan betapa dia ....

Indah, dan sangat menenangkan.

Mungkin bagi sebagian orang, terutama orang-orang kolot yang tau tradisi zaman dulu. Jika senja datang, maka anak-anak harus cepat masuk ke rumah. Waktu malam yang hampir tiba itu, disebutnya sebagai waktu sareupna atau juga dikaitkan dengan hal mistis. Seperti, para penghuni alam ghaib akan keluar dari sarang mereka saat waktu senja seperti ini.

Tapi, hal itu justru tak berlaku untuk seorang Zara Kalila Husna si opacraphile. Dia justru excited menyambut semburat merah itu dengan mengarahkan kamera ponsel ke arah langit.

Ya! Memotret momen senja di Keraton Surosowan adalah yang akan Zara abadikan di kamera ponselnya. Tidak akan cukup satu atau dua kali potret. Dia ingin memenuhi galeri ponselnya dengan berbagai senja di Keraton Surosowan ini dari beberapa sisi.

"Saya baru kali ini melihat seorang perempuan begitu semangat melihat senja."

Lalu, kegiatan potret-memotret itu terhenti kala kedatangan Arkhan yang membawa segelas teh di tangannya.

Zara menolehkan kepala pada sumber suara, pandangannya terpaku pada segelas es teh di tangan lelaki muda itu.

“Oh iya, diminum, Mbak! Saya tau kamu haus," imbuh lelaki muda itu sambil menyodorkan segelas teh lengkap dengan sedotannya pada Zara.

Zara menerima, tapi pandangan matanya lebih dulu menatap es teh yang terlihat sedikit di dalam gelas tersebut.

Melihat itu, Arkhan tertawa tanpa suara melihat tingkah Zara yang cukup menggemaskan baginya. "Tenang aja, Mbak. Es tehnya belum saya minum kok. Dari penjualnya, emang isi tehnya segitu. Maklumlah, ini tempat wisata. Mereka pasti menjual segala barang-barang dengan harga cukup fantastis.”

Lihat selengkapnya