SATARUPA

Nawasena Afati
Chapter #13

11 : Bulan Tanpa Bintang

“Tidak ada hal yang lebih membuat patah hati seorang anak perempuan, selain ia kehilangan cinta pertama dalam hidupnya.”

***

Zara duduk di salah satu kursi yang berada di balkon kamar hotelnya. Air mukanya cukup tenteram, mungkin karena hari ini dia begitu menikmati harinya. Surai hitam sebahunya dia biarkan tergerai, tertiup angin yang menghembus ke tiap-tiap anak rambut.

Selain senja, Zara juga menyukai suasana malam seperti ini. Meski di bawah sana aktivitas malam masih belumlah berakhir, tapi jauh berada di atas sini membuat hening masih bisa terasa. Dia cinta damai dan hening, karena hidup sebagai penyintas anxiety sekarang baginya—berisik bisa menjadi pemicu munculnya anxiety.

Sepasang netra Zara mengelana ke arah langit malam, yang sayangnya malam ini bulan di atas sana tak ditemani oleh siapapun. Tidak adanya bintang, menjadi penyebab kuat jika rinai hujan sebentar lagi akan turun ke bumi.

Jika dugaannya benar, maka suasana malam akan semakin tenang dan syahdu dirasa. Zara bisa menghirup udara malam yang begitu menenangkan jika rinai itu turun dengan perlahan, tentu jika tidak dengan temannya si petir yang menggelegar itu.

Di kala hening begini, Zara kembali terlempar pada beberapa jam yang lalu. Di saat percakapan antara dirinya dan Arkhan masih belum berakhir.

“Kalau Keraton ini, apa kamu tau sejarahnya?”

Zara masih mengingat dengan jelas dia bertanya apa sore itu. Sambil menunggu jawaban, Zara juga ingat jika dia menikmati embusan angin yang menerpa permukaan kulit wajahnya. Karena itulah, dia pada akhirnya memejamkan mata.

Tapi tak disangka, jika saat Zara membuka mata. Sosok lelaki di sebelahnya pun mengikuti hal yang serupa sepertinya. Memejamkan mata, menikmati embusan angin yang berhembus pelan.

Dan di saat itu juga, pandangan mata Zara terpaku pada sosoknya. Jelas terpaku karena Zara sekarang mampu mendeskripsikan bagaimana wajah Arkhan yang terlihat begitu manis saat bibirnya menyunggingkan senyum.

Dua alis tebal yang terbentuk rapi, dua mata dengan bulu mata yang cukup panjang untuk seorang laki-laki, hidung kecil yang tidak bisa dikatakan pesek, lantas bibir bervolume yang masih terlihat ranum. Ia bahkan memperhatikan hal-hal kecil di bagian wajah lelaki itu. Ya! Adanya sebuah tahi lalat yang hampir tak terlihat di bagian atas bibirnya.

“Masyaa Allah ....”

Zara sadar jika batinnya mengucapkan kata itu. Sore itu, bukan hanya senja yang membuatnya terpukau. Tapi sosok yang berdiri di sebelahnya pun, tanpa sadar membuat hatinya berdesir tak karuan.

Lihat selengkapnya