“Senangmu, juga senangku. Jadi mari, kita lakukan bersama.”
***
Matahari yang terbit dari ufuk timur, nampak melebarkan sinarnya ke seluruh penjuru dunia. Ia seolah tersenyum, menyambut pagi hari yang terasa cerah dan segar ini. Kicau burung yang riang, bahkan membuatnya semakin semangat untuk menerangi seluruh alam semesta. Seolah-olah, burung juga menyambut kedatangannya.
Sementara hiruk-pikuk Kota Serang di pagi hari ini, nampak tak jauh berbeda seperti kebanyakan Kota besar lainnya. Meski di sekitarnya kini tidak ada gedung pencakar langit seperti Ibukota, tapi hawa panas akibat polusi tetaplah dirasakan. Belum lagi para penduduknya, yang juga berlalu-lalang melakukan aktivitas demi aktivitas.
Di antara orang-orang yang melakukan aktivitas itu, Zara dan Arkhan menjadi yang salah satunya. Kedua insan itu tengah bersiap untuk kembali ke daerah Banten Lama seperti kemarin. Bedanya kini, Lydia dan Sarah sudah datang menyusul ke Serang. Syukurlah, itu artinya Lydia benar-benar menepati janjinya.
Lydia memang menepati janji, tapi dia tidak bilang kalau akan membawa mobil lain untuk perjalanan ini. Alhasil, lagi dan lagi Zara harus satu mobil berdua dengan Arkhan sebagai tour guide di sini.
“Aku udah bawa tripod buat kita ngonten di sana, Ra.” Yang berbicara barusan adalah Sarah, dia merupakan teman Zara yang bekerja menjadi Editor di Nawasena Publishing.
“Oh, oke.”
Sejak keluar dari kamar hotel, Zara memang sudah menunjukkan respon yang tidak seperti biasanya. Dia terlihat menekuk wajahnya, matanya pun sayu dan nampak kosong. Entah apa yang terjadi, dan hal itu tentu tidak luput dari perhatian Lydia, Sarah, dan Arkhan sendiri.
Lydia dan Sarah, menerka jika Zara sedang dalam periode PMS. Biasanya, para perempuan memang akan lebih sensitif jika sedang dalam masa periode tersebut, kan?
Tapi nyatanya, bukan PMS yang menjadi penyebab dari murungnya Zara saat ini. Mimpi buruk yang telah merenggut ketenangan tidurnya tadi malamlah yang menjadi penyebab utama.
Mereka mungkin tidak melihat dengan jelas, jika kantung mata yang menghitam itu menjadi ciri—jika tadi malam Zara telah terjaga dari tidurnya. Alih-alih untuk tertidur lagi setelah mimpi buruk, gadis itu justru terjaga sampai shubuh. Zara menghabiskan waktunya untuk membaca ayat-ayat Al-Qur'an tadi malam. Dengan harapan agar hatinya bisa jauh lebih tenang lagi.
Meskipun Zara berusaha keras untuk tidak menunjukkan, tapi nyatanya mimpi buruk itu telah menguasai keseluruhan pikirannya. Zara akui, mimpi itu terasa begitu nyata dan merenggut separuh kewarasannya hari ini. Dia takut jika mimpi itu benar-benar terjadi di dalam hidupnya.