SATARUPA

Nawasena Afati
Chapter #20

18 : Ketenangan yang Hakiki

“Shalat bukan hanya sebagai kewajiban bagi seluruh umat Islam. Tapi juga sebagai perantara untuk seorang hamba lebih dekat lagi dengan Rabb-Nya.”

***

Rupanya Arkhan benar, lelaki itu yakin sekali jika Zara akan menyukai Masjid ini lagi. Dan lihat sekarang. Seperti apa gadis itu terpaku setelah keluar dari mobil dan berjalan untuk menuju halaman Masjid. Cukup lama dia memandangi Masjid Agung Serang yang mempunyai nama As-Tsauroh.

Zara pada akhirnya melangkah memasuki halaman Masjid Agung Serang, matanya masih terbelalak takjub. Ia terpesona dengan setiap gaya arsitektur Masjid yang megah dan kental akan tradisi Jawa. Ornamen ukiran yang rumit dan warna-warna yang mencolok menciptakan suasana yang sakral dan indah.

“Mbak menyukainya?” Arkhan bertanya sebelum dia melenggang pergi menuju tempat mengambil wudhu khusus pria.

“Ya. Saya menyukainya,” ungkap Zara.

“Setelah shalat magrib nanti, saya akan menjelaskan Masjid ini secara singkat. Tentu saja akan berguna untuk menambah wawasan Mbak sebagai seorang Penulis.”

Zara mengangguk, dan mereka lantas berpisah setelah melewati satu tiang penyangga dengan diameter yang besar. Zara menuju tempat wudhu khusus wanita, dan Arkhan sebaliknya.

Mereka sampai di Masjid itu tepat di saat shalat magrib akan dimulai secara berjamaah. Cukup kebetulan, dan Zara merasa beruntung.

Setelah selesai mengambil wudhu, Zara beserta jamaah perempuan lainnya masih menunggu shalat berjamaah dimulai. Di depan sana, para lelaki sudah mulai berdiri dan segera dikumandangkan Iqamah.

Yang mengejutkan adalah, suara seorang lelaki yang mengumandangkan Iqamah itu dikenal oleh Zara. Semakin dia menajamkan pendengaran, Zara semakin yakin jika suara itu adalah milik Arkhan. Lelaki itu rupanya merdu saat mengumandangkan Iqamah seperti itu.

Di sela-sela Iqamah masih berkumandang, Zara merasakan hatinya terhanyut ke dalam suara merdu milik Arkhan. Jujur, dia merasakan ketenangan. Ketenangan yang hakiki, sampai menghadirkan senyum tipis di bibirnya.

Hanya baru Iqamah itu selesai dikumandangkan, Zara baru kembali membuka matanya yang tadi terpejam. Dia lantas berdiri, sama seperti jamaah lainnya untuk bersiap melaksanakan shalat magrib berjamaah.

Lihat selengkapnya