“Kamu, selayaknya sebuah es batu yang dikeluarkan dari dalam kulkas. Yang semakin mencair saat diberi kehangatan.”
***
Dalam beberapa hubungan, semua pasti berawal dari adanya sebuah ketertarikan. Baik itu hubungan persahabatan, bisnis, ataupun asmara sekalipun. Tanpa ada ketertarikan, maka sebuah hubungan tidak akan bisa terjalin. Apalagi sampai menjadi erat dan tak terpisahkan.
Sama halnya seperti hubungan bisnis yang dijalani oleh Zara dan Arkhan. Hubungan mereka sesungguhnya mulai dari sana, kan? Arkhan sebagai orang yang menjual jasa, sementara Zara sebagai orang yang menyewa jasa tersebut. Keduanya terhubung melalui jenis hubungan antar penjual jasa dan kliennya.
Tapi siapa yang akan menyangka, jika hubungan bisnis itu merambah pada hubungan yang lain ketika Arkhan tanpa sengaja mengetahui kelemahan seorang Zara Kalila Husna. Ah, tapi ... hubungan apa yang cocok disebutkan untuk mereka ini? Sepertinya, persahabatan juga bukan. Apalagi hubungan asmara.
Atau ... hubungan ini adalah awal dari hubungan yang lain?
Entahlah. Tapi sebagian hal itu mulai mengalir di pikiran Sang Penulis—Zara Kalila Husna. Si gadis yang berusia 26 tahun itu nampak menyentuh hatinya yang bergetar di dalam sana. Dia merasakan jika efek dari perkataan Arkhan saat kemarin membuat hatinya resmi porak-poranda. Sebagian hati Zara merasa ada hal yang aneh terjadi dalam dirinya. Sebagian hatinya yang lain, dengan tegas menolak semua perasaan semacam itu untuk masuk lebih dalam lagi. Dalam artian, Zara mungkin denial kalau dia ... mulai merasa nyaman dengan sosok tour guide-nya itu.
“Ra, barang-barang kamu udah selesai diberesin, kan?” Seseorang lantas mengejutkan Zara. Dia melongokkan kepalanya di celah pintu kamar Zara yang terbuka.
Terlepas dari segala pikiran yang mengganggu itu, Zara kemudian mengenyahkannya dengan merespon pertanyaan Lydia. Ya! Orang yang melongokkan kepala di celah pintu adalah Lydia.
“Tinggal bawa aja kok,” balas Zara yang membuat Lydia mengangguk.
Perempuan yang berstatus sebagai asisten pribadinya itu kembali menarik diri dari daun pintu kamar yang dipakai Zara untuk menginap. Lydia nampak masih terlihat sibuk dengan aktivitasnya membereskan barang-barang bawaannya.
Saat ditinggal sendirian lagi, Zara kini mendesah kasar atas pemikiran yang menurutnya konyol itu.
“Ah, menyebalkan.” Dia menyeru kesal.