"Tidak peduli seberapa banyaknya lukamu, kamu tetap boleh untuk bahagia."
***
Mungkin bagi sebagian orang yang tak paham jika sebuah kecemasan biasa dengan kecemasan berlebih yang mana masuk ke dalam jajaran gangguan mental, mereka akan men-judge kalau Zara itu lebay. Ketakutan yang dia rasakan hanyalah respon dari ketegangan pikiran dalam otak, itulah pemikiran dari Lydia dan Sarah. Tapi semua itu nampak berbeda ketika Arkhan yang juga merasakan.
"Mbak beneran nggak kambuh lagi?" tanya Arkhan ketika mereka sudah kembali ke pesisir pantai.
"Nggak. Syukurnya cemas itu masih bisa terkontrol dengan baik. Kamu juga berperan untuk membantu tadi, terimakasih ya!"
Setelah jantungnya nyaris copot karena naik banana boat dan ia dijatuhkan di tengah-tengah laut, Zara kini bisa menghirup dalam-dalam udara segar di pesisir. Dengan ditemani minuman kelapa muda yang langsung dari buahnya, perempuan itu menatap lautan di sana dengan senyuman yang tertahan.
"Tugas saya kan memang itu, Mbak. Membantu Mbak Zara dalam perjalanan liburan ini," terang Arkhan yang membuat Zara menolehkan kepala pada lelaki muda itu.
"Kamu memang pantas dapat predikat tour guide terbaik sepanjang hidup saya," ungkap Zara mengapresiasi hasil kerja nyata dari Arkhan.
Mendengar ungkapan apresiasi itu, Arkhan tersipu malu. Dia menunduk dan menyembunyikan senyum kecilnya yang sudah mengembang dari Zara.
"Jadi setelah ini, kita langsung pulang kan, Mbak?" tanya Arkhan setelah dia kembali mengangkat pandangan.
"Ya, kita langsung pulang. Saya sudah rindu rumah setelah satu minggu ini berada di luar."
Arkhan menanggapi perkataan Zara dengan senyum, sembari ia menatap hamparan lautan yang jelas dipandang mata. Tapi saat dia mengedarkan pandangan, sepasang mata Arkhan memicing ketika dia menangkap sosok yang dia amat kenal berada tidak jauh dari tempatnya duduk.
"Mbak tunggu sebentar ya! Saya mau ke situ dulu," kata Arkhan sambil berdiri. Dia sempat menepuk bokongnya untuk menghilangkan pasir yang menempel di celana.
Hembusan angin laut membawa serta aroma asin yang khas ketika Arkhan berjalan mendekati sosok yang dia lihat dan dikenalnya itu. Seorang pria paruh baya beserta keluarganya tertawa begitu lepas seolah dunia ini milik mereka semua. Perasaan campur aduk kini memenuhi hati Arkhan, dia tidak mampu untuk mencegah perasaan-perasaan itu masuk ke dalam hatinya yang paling dalam. Melihat tawa itu, jujur saja Arkhan merasa bahagia. Tapi perasaan bersedih tak mampu dia bendung dari hatinya. Jujur, Arkhan merasa terlupakan.
"Ayah," panggil pelan Arkhan pada pria paruh baya yang tak sengaja dia temukan di Pantai Carita ini.