“Perihal memahami tanpa ikatan. Memangnya kenapa kalau begitu? Justru memahami, adalah sebuah awal untuk menghubungkan ikatan itu, bukan?”
***
Hampir tidak ada pembicaraan saat perjalanan hampir selesai. Namun Zara sangat merasakan perasaan hampa dalam diri Arkhan kini. Perempuan itu seolah menerima transferan emosi dari Arkhan saat ini. Sehingga dia berpikir untuk mencari cara agar Arkhan kembali ceria seperti kemarin-kemarin.
“Kamu bilang, kamu mendapat 3 diagnosa itu dari seorang Psikiater, kan? Kalau begitu, kamu juga meminum obat darinya, kan?” tanya Zara ketika dia menggerakkan kemudi mobil ke arah kiri. Sambil menunggu Arkhan menjawab, Zara akan mencari tempat untuk mereka mengobrol berdua.
“Iya, ada obat yang diberi Psikiater pada saya.”
Zara mengangguk kecil atas jawaban itu. Dia lantas kembali bertanya, “Beberapa hari ini saat perjalanan liburan, apa kamu meminum obatnya?”
Tanpa disangka, Arkhan menggelengkan kepala atas jawabannya.
“Nggak minum, saya lupa membawanya. Saya kira, saya tidak akan bertemu dengan sesuatu yang akan menghadirkan trauma itu lagi.” Arkhan menjawabnya dengan pelan.
“Ayah kamu adalah hal yang bikin kamu kena trigger, benar?” tanya Zara sembari mata dan tangan fokus menyetir.
Setelah satu Minggu berada di Kota orang, Zara cukup rindu menginjakkan kaki di Kota kelahirannya ini. Dia dengan sedikit antusias mencari sebuah Cafe untuk mereka melepas penat yang ada.
“Kita ke Cafe itu dulu ya! Saya pengen kamu rehat dulu sejenak, sebelum saya antar kamu pulang ke rumah.”
Benar saja, Zara memarkirkan mobilnya di sebuah Cafe aesthetic yang bernama L'Amour Cafe untuk rehat sejenak seperti yang dia bilang pada Arkhan.
Meski sebenarnya enggan, tapi Arkhan tetap tidak bisa menolak permintaan Zara. Dia masih sadar kalau Zara itu siapa. Meskipun tadi saat di pantai, dirinya sempat mengusir keberadaan Zara.