“Tidak ada orang yang berhasil tanpa melewati rintangan terlebih dahulu. Jadi, kalau kamu sekarang merasa kesulitan, ingatlah kalau suatu saat nanti keberhasilan akan menyapamu.”
***
Mungkin, seorang Zara Kalila Husna sekarang seringkali diidamkan kehidupannya. Dia berbakat, dia pintar, dia punya banyak uang, dia punya banyak penggemar, dia juga punya keluarga yang lengkap. Sangat sempurna, bukan?
Tapi di balik itu semua, ada banyak hal menyakitkan terjadi dalam hidupnya. Dan orang tidak tau. Zara tak serta-merta menjadi seperti sekarang kalau tanpa melewati semua rintangannya dulu.
Zara bahkan masih mengingat dengan jelas saat perekonomian keluarganya merosot pada palung yang paling dalam. Dia dan keluarganya hidup mengontrak di sebuah kontrakan sepetak, makan seadanya, sekolah pun dengan bekal seadanya. Belum lagi berbagai konflik dari dua pihak keluarga besar yang mengucilkan keluarganya. Ah, semua itu saat-saat di mana Zara harus dewasa sebelum waktunya.
Ya! Sejak awal, yang selalu tau tentang masalah orang tuanya hanyalah Zara seorang. Perannya sebagai anak perempuan pertama sudah dimulai sejak ia kecil.
Zara kecil melihat sang ibu dan sang ayah yang dikucilkan oleh keluarganya sendiri. Hanya karena mereka tak bisa lagi menjadi orang yang diandalkan secara materi. Dulu, Zara mungkin tak mengerti, kalau peribahasa menyebutkan, jika seseorang sedang dalam masa jayanya—akan ada banyak orang yang mengaku sebagai keluarga. Tapi berkebalikan dari itu. Di saat seseorang ada dalam masa terpuruknya, orang-orang akan menjauhinya.
Beralih dari itu, Zara masih harus dihadapkan dengan cita-cita yang harus karam sebelum ia memulai. Ya! Karena keterbatasan uang, Zara tak bisa melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang kuliah.
Jujur saja, Zara sempat terpuruk dengan hal itu. Dia masih seringkali denial dengan keadaan fakta itu. Seolah Zara menyalahkan nasib dirinya yang dulu seringkali menjadi juara, namun saat itu tak sampai bisa berkuliah.
Bangkit dari keadaan terpuruk, Zara mengalihkannya dengan menulis. Lukanya saat itu sempat terobati, hingga sebuah luka baru yang diberikan dari cinta pertamanya membuat ia hilang arah.
Siapa yang sangka jika ia akan diuji lebih berat melalui cinta pertamanya sendiri? Hingga ia didiagnosa anxiety disorder akibat luka itu.
Jika melihat dari belakang, seperti apa Zara menjalani kehidupan berat itu hanya seorang diri—mungkin orang lain pun tak mau memiliki kehidupan sepertinya. Sejak dulu, Zara dituntut untuk bisa segala hal. Sampai dia menyelesaikan masalah pun hanya sendirian. Memeluk luka itu hanya sendirian. Dan menjalani kehidupan sebagai orang dengan mental issues pun sendirian.