Sudah setengah jam aku mencoba menyiapkan segala hal yang aku butuhkan nanti. Aku termasuk orang yang ceroboh. Maka aku tak mau kecerobohanku merusak segala rencana yang telah ku persiapkan. Jadi mungkin sudah lebih dari lima kali aku meneliti kembali barang apa saja yang harus aku bawa dan tidak. Hp-ku bergetar nama ‘Ibu’ tercantum disana. Segera mungkin ku angkat panggilan telpon itu sebelum bencana terjadi.
“Assalamuallaikum” sapaku lebih dulu.
“Wa’alaikumsallam.. sudah bangun ndok? Sampai jam berapa semalam?” suara dan nada khas milik Ibuku terdengar disana.
“Sampun bu. Sampai jam 11 langsung ke hostel.”
“Trus mau kemana nanti?”
“Rencananya sih aku mau ke Keraton trus lanjut ke Candi Prambanan bu.”
“Yo wes.. sing ati-ati nang kono. Gak oleh sembrono loh!” selalu nasehat ini. Ibu sangat hafal dengan anaknya yang ceroboh ini.
“Enggeh..” Tapi aku senang. Dengan begini aku masih merasa dicintai.
“Ojo lali sarapan. Kamu iki mesti seneng sak sek wae.”
“Enggeh bu”
“Yo wes.. assalamuallaikum”
“Wa’alaikumsallam” Dan sambungan telpon itu pun berakhir.
Begitu lah Ibuku. Wanita paling tangguh dan paling mandiri yang pernah aku kenal. Dulu ketika Ayah masih bekerja di luar kota. Segala masalah ringan seperti menyambung kabel yang putus atau sesuatu yang cukup rumit seperti membetulkan genting yang bocor pun dilakukannya sendiri. Ibuku bukannya tidak mau meminta bantuan orang lain seperti tetangga atau kerabat terdekat. Namun Ibu adalah tipe orang yang tak sabar. Dan tipe orang yang tak suka merepotkan orang lain. Jadi selagi dirinya mampu maka apapun itu akan beliau kerjakan sendiri. Dari situ anak-anaknya dilatih menjadi mandiri. Namun dibalik kemandirian itu. Ibu ku tetap seorang wanita yang paling lemah lembut hatinya. Hatinya mudah tersentuh. Tak banyak yang mengetahui karena tertutupi oleh ketangguhannya itu. Sungguh dia adalah sosok malaikat yang pelukannya selalu menenangkan. Ahh baru semalam aku pergi jauh darinya dan aku sudah rindu.
Sudah pukul 06.30 WIB, aku bergegas keluar kamar. Tak lupa menguncinya dan mengenakan sepatu ku yang bertengger manis di rak ujung pintu.
“Selamat pagi mbak” sebuah sapaan dari pemilik hostel yang datang dengan sapu di tangan kirinya.
“Pagi” Jawabku mencoba ramah. Meskipun rasanya aneh seperti bukan diri ku sendiri. Namun ini harus aku lakukan sebagai bagian dari sopan santun.
“Mau kemana mbak hari ini?” tanyanya sembari membereskan meja tempat kopi dan teh yang ada di sisi kanan aku duduk.
“Kayaknya mau ke keraton kemudian lanjut ke prambanan mbak.” Aku menghampiri meja yang tengah dia bereskan. Disana ada banyak pilihan kopi siap seduh.
“Mbak mau kopi hitam? Kalau iya tunggu sebentar ya, di bawah aku tadi sudah masak air buat bikin teh atau kopi.” tanyanya ketika melihat ku memilih kopi yang ingin aku seduh.
“Enggak mbak, kopi ini sudah cukup yang penting buat ku minum kopi.”
“Wah mbaknya suka ngopi nih, kalo gitu kenapa gak pergi ke warung kopi klotok saja mbak? Disana kopi klotoknya sama pisang gorengnya jadi buruan banyak orang.” Meski tanganku sedang mengaduk kopi yang ku seduh. Mataku masih mengawasi bagaimana ekspresinya ketika bicara. Dan pikiranku tentu saja mencoba mengingat sebuah tempat yang namanya asing di telingaku. Apakah termasuk dalam daftar tempat yang ingin aku kunjungi atau aku belum tahu tempat itu. Secara banyak sekali tempat di Jogja ini.
“Emmhhh udah terkenal ya mbak tempatnya?”
“Itu loh mbak tempat yang pernah dibuat syuting AADC2.” Katanya antusias.
“Ahh ya nanti mbak aku cari tahu dimana tempatnya. Kalau ada waktu nanti kesana.” Ku teguk kopi yang aku buat. Ahh lama rasanya tak minum kopi susu siap seduh seperti ini.
“Ngomong-ngomong kalau jam segini ke Malioboro sudah ramai gak mbak? Aku mau cari sarapan disana.” Kali ini aku mecoba mengakrabkan diri.
“Wahh pasti itu mbak. Weekend begini orang-orang banyak yang Car Free Day disana. Tentu banyak penjual sarapan juga. Mbak bisa pilih banyak menu disana.”
Sarapan di Malioboro mungkin tidak buruk. Meskipun aku bingung harus mengisi perutku dengan apa kali ini. Tapi katanya banyak pilihan menu yang ada disana. Mungkin aku bisa menemukan makanan Jawa Timuran yang cocok dengan lidahku. Segera aku habiskan kopiku dan membuang gelas plastiknya di tong sampah di ujung pintu keluar.
“Okey terima kasih ya mbak infonya. Aku permisi jalan dulu mbak.”
“Sama-sama” dari ujung mata aku bisa melihat dia tersenyum kearahku pergi.
Pertama yang aku lakukan adalah memesan ojek online. Memang letak hostel yang aku tempati tak jauh dari Malioboro namun aku orang mudah lupa. Daripada aku tersesat lebih baiknya aku memesan ojek online saja.