Di tanganku sudah ada tiket masuk kawasan Candi Prambanan. Sepanjang jalan tadi aku kembali jadi manusia yang lebih suka diam, beralasan bahwa aku kurang bisa bahasa jawa krama yang baik dan terbiasa menggunkan bahasa jawa ngoko yang tak sopan bila aku gunakan pada orang lain yang lebih tua dari ku. Beliau percaya sebab tahu aku dari jawa timur. Bapak ojek online yang sampai turun tak ku ketahui namanya itu, kembali bercerita tentang sejarah Jogja dan memberi tahu setiap wisata sepanjang jalan yang kami lalui. Aku memang masih menyahuti obrolan kami, tapi aku juga resah sejak mendengar penuturannya tadi. Hati ku berbohong bila tak mengaku resah. Sekarang pukul 13.00 WIB, setelah menyelesaikan sholat dzuhur di mushola. Aku kembali menata hatiku agar kembali senang. Tapi segala bayangan tentang apa yang akan aku lakukan buyar. Mood ku tak baik sejak mendengar penuturan bapak ojek online tadi. Perasaan yang sebelumnya ku kubur kini menyeruak satu persatu. Melihat suasana sekitar kian panas dan ramai, aku mencari sebuah bangku yang rindang dan nihil. Tempat-tempat yang rindang tak luput dari banyaknya wisatawan yang tengah berteduh. Aku mengeluh kesal. Masih dengan perasaan campur aduk aku berjalan saja memulai perjalanan mengelilingi Candi Prambanan yang kokoh itu.
Aku sendiri. Dan aku mulai merasa kesepian. Aku tak melihat pengunjung yang datang seorang diri selain aku. Kebanyak dari mereka datang dengan keluarga, rekan dan pasangan masing-masing. Belum sampai di dekat Candi Prambanan, masih di sepanjang jalan sudah beberapa kali aku di mintai tolong untuk mengambil foto pengunjung disana. Ahh tahu begini aku membuka saja jasa foto keliling disini. Sebenarnya tak masalah bila mereka meminta tolomg dikala mood ku baik. Sayangnya sekarang mood ku sedang campur aduk dengan pikiranku sendiri. Aku bingung harus ke Candi mana dulu. Ku ambil Hp dan mengambil foto segera. Mencoba menetralkan mood yang tak baik dan hasilnya berhasil juga. Aku merasa sangat puas dengan hasil foto yang aku ambil. Kaki ku berjalan sembarang arah mencari sport foto yang bagus. Beberapa gambar mungkin blur karena siluet matahari. Namun untuk ku itu sebuah gambar yang cantik dan memuaskan hati. Aku tak perlu mengedit untuk menambah efek. Begitu saja aku sudah merasa puas. Ku ambil pula beberapa video singkat. Memang aku belum tahu bagaimana nanti video ini akan ku edit. Tapi aku ingin memiliki kenangan berupa video pula. Atau bila tidak jadi video dokumenter pribadi. Paling tidak video ini akan berguna untuk video undangan nikah atau video prewedding klien.
Aku sadar beberapa kali Hp-ku bergetar. Tapi aku sedang malas melihat notifikasinya. Hingga satu telepon dari Rama membuatku harus menepi ke tempat yang sejuk untuk bicara dengannya.
“Halo, Assalamuallaikum.”
“Wa’alaikumsallam.. sorry ganggu. Tapi ini penting. Baru saja Nala datang kesini sendiri. Dia pengen aku bujuk kamu buat ketemu dia.”
Mendengar penuturan Rama, aku merasa mood kembali buruk.
“Trus”
“Ya gimana ini? Aku gak habis itu anak berani-berani nyuruh aku. Deket aja enggak!” dari nada bicara Rama, aku hafal betul kalau dia tak suka dengan Nala. Apalagi setelah ada sedikit konflik diantara kita. Rama jadi terang-terangan menunjukkan sikap ketidaksukaannya pada Nala.
“Udah bilang aja pulang dari Jogja, aku yang akan ngabarin dia.” Aku tak banyak berpikir bagaimana nanti. Aku hanya ingin hidup ku segera baik-baik saja.
“Yakin bil?”
“Yakin. Tadi dia juga sempet chat aku. Tapi aku gak mau liburan ku rusak sama hal-hal yang gak penting.”
“Berarti aku merusak mood mu ini?”
“Iyaaaaa” aku mendengar gelak tawa khas milik Rama di ujung panggilan telpon itu. Aku tak bisa untuk tidak ikut tertawa.
Hatiku memang sedang kalang kabut. Namun tawa dan senyum milik orang-orang terdekatku tak pernah tidak menular. Kata Desy sikapku yang seperti itu dibilang mood swing, tapi aku tak pernah tahu itu benar atau tidak. Aku bukan ahli psikolog dan tak berusaha mencari tahu juga. Tapi yang aku sadar memang mood ku bisa mudah berubah dengan cepat.
Panggilan telpon dari Rama telah berakhir. Tapi aku masih diam di tempat yang sama. Jika tidak salah aku berada di Candi Siwa sekarang. Di sisi kanan tengah-tengah Candi. Tak banyak orang, hanya beberapa yang lewat, berfoto kemudian pergi. Kebanyakan orang melihat patung Dewa Siwa yang terletak di atas. Namun aku lebih suka disini. Melihat komplek Candi Prambanan yang masih luas. Apalagi cuaca yang tadinya terik, kini sudah teduh karena sedikit mendung. Angin disini juga menyejukkan. Mungkin karena tempatku berada cukup tinggi pula. Rambut ku yang tergerai pun bebas di belai angin. Aku menikmati saat-saat seperti ini. Meskipun nanti pasti kesal sendiri bila rambutku jadi kusut. Ahh sepertinya itu problematika semua perempuan. Setelah berdiam beberapa saat disana aku memutuskan untuk berpindah tempat. Candi Prambanan sangat luas masih banyak tempat yang harus ku lihat. Apalagi aku juga berniat menikmati waktu sunset di Candi Ratu Boko yang terkenal itu.
Sejujurnya aku merasa kesepian. Sangat kesepian. Tapi aku menikmati sepi ini. Tapi entahlah , aku juga ingin seseorang menemaniku sekarang. Aku ingin tertawa dan tersenyum seperti mereka yang aku lihat disini.
Aku menemukan satu tempat duduk kosong. Tak jauh dari sana ada buah grup musik keroncong yang tengah tampil. Membawakan lagu lawas milik grup band Dewa 19 Pupus. Aku menikmati lagu itu dengan sedikit sedih. Ku alihkan pikiranku pada HP. Aku melihat ada banyak notifikasi disana. Satu persatu ku lihat dari email yang tak penting, notifikasi aplikasi facebook yang malasku buka, hingga sepuluh pesan whatsapp. Salah satu yang menarik perhatianku adalah pesan dari Mas Albar yang menanyakan dimana keberadaanku sekarang. Ahh aku lupa memberinya kabar siang ini. Ku lihat sekarang pukul 14.20 WIB. Pasti kuliahnya sudah selesai.
‘Aku berada di Candi Prambanan. Tapi sebentar lagi aku mau ke Candi Ratu Boko.’ Aku ingin memintanya datang menemaniku di Candi Ratu Boko. Tapi setelah aku pikir lagi. Kasihan juga bila waktunya dibuang-buang bersamaku. Apalagi dia sudah menyanggupiku pula akan menemaniku jalan-jalan di Malioboro. Dan jangan lupa kita tak pernah bertemu langsung sebelumnya. Aku takut bila sekarang dia menemaniku dan ternyata aku bukan orang yang menyenangkan. Bisa saja kemudian dia tidak mau menemaniku jalan-jalan di Malioboro.
Memikirkan berada di jalanan Malioboro yang sepi. Ada rasa tak sabar menunggu datangnya malam. Memang tak mungkin aku mendapatkan suasana yang sangat sepi. Mengingat semalam saja masih ramai pemuda-pemudi disana. Tapi itu lebih baik daripada waktu Malioboro penuh sesak manusia.
‘Aku sedang ada urusan sebentar. Kau tunggu aku ya!’
‘Aku akan menyusul kesana’
Aku merasa senang membaca pesan dari Mas Albar. Tapi aku tidak ingin merepotkan apalagi menyusahkan dia.