Moon Chaeyong duduk di atas dipan di depan rumah kontrakannya. Malam ini bintang-bintang berpendar memancarkan sinarnya yang terang. Tanpa merasa lelah, dia terus memandang langit yang seakan menyihirnya. Dia telah berada di sini dengan posisi yang tidak berubah sejak lima menit yang lalu.
Di depannya, ada sebuah meja keci. Di atas meja ada semangkuk ramen dan dua kaleng soda. Entah kenapa nafsu makannya tiba-tiba hilang hingga dia membiarkan makanan itu menjadi dingin.
Moon Chaeyong menarik napas panjang. Kejadian siang tadi masih membekas dalam benaknya. Dia sempat bertatapan dengan Yoo Joon selama beberapa detik. Waktu yang sesingkat itu mampu membuat jantungnya berdegup kencang. Dunia seakan berhenti berputar. Orang-orang di sekitarnya berhenti bergerak dan berbicara.
“Kenapa kau tidak masuk ke dalam? Cuaca malam ini sangat dingin.”
Chaeyong menoleh saat mendengar suara Na Haeun, sahabatnya, yang tinggal satu kontrakan dengan dia. Haeun baru saja pulang kerja dan wajahnya terlihat sangat letih.
“Tidak apa-apa. Aku sedang ingin berada di sini, sekaligus menunggu dirimu pulang.” Chaeyong menggeleng, lalu dia menepuk tempat kosong di sampingnya. Dia meminta Haeun ikut duduk bersamanya.
Haeun pun menuruti permintaan Chaeyong. Dia meletakkan tasnya, lalu merentangkan tangannya di atas kepala untuk meregangkan otot-ototnya yng kaku. Tubuhnya terasa pegal semua. Tangannya langsung terulur meraih kaleng soda di depan Caheyong, membuka tutupnya lalu meneguknya sedikit.
“Bagaimana hari pertama dirimu masuk kerja?” Haeum berbicara tanpa memandang Chaeyong. Kedua matanya menatap ke arah langit. Sama seperti sahabatnya, dia juga merasa takjub akan kehadiran bintang-bintang di atas sana. Bibirnya terbuka secara otomatis, menyunggingkan senyum manis.
“Tidak ada yang istimewa. Hanya saja ....” Chaeyong sengaja menggantung kalimatnya. Tiba-tiba lidahnya terasa kelu untuk berucap.
“Hanya saja apa?” desak Haeum penasaran. Dia mendekatkan wajahnya pada Chaeyong. Tatapannya penuh selidik.
Moon Chaeyong memalingkan wajahnya. Setitik keraguan muncul di benaknya. Dia menghela napas panjang. Sepertinya dia tidak memiliki pilihan lain selain menceritakan semua kejadian hari ini. Haeun pasti kecewa bila dia tidak bercerita. Selama ini Haeun lah yang selalu ada di sampingnya dan mendukungnya.
“Hari ini aku bertemu Yoo Joon.” Satu baris kalimat meluncur lancar dari bibir Chaeyong.
Mulut Haeun menganga lebar setelah mendengar ucapan Chaeyong barusan. “Yoo Joon. Teman satu kelas kita saat di SMA?”
Chaeyong mengangguk membenarkan.
“Lalu, apa yang terjadi selanjutnya?” cerca Haeun.