"200.000 ribu saja, Pak."
Mati salai. Apes kok datangnya beruntun sih? Mengapa semuanya serba mahal? Ini sih seperti pemerasan, pikir Otong .
Benarlah kata orang-orang tua zaman dulu, kemalangan itu jarang datang sendiri.
Otong segera saja membayarnya dan menuju ke arah bengkel. Dia melihat sepeda motornya sudah selesai dikerjakan, lalu segera juga dibayarnya.
"Bensinnya kayaknya sudah mau habis tuh, Pak. Harus segera diisi," kata orang bengkel itu mengingatkan Otong .
Otong melihat speedometernya dan ternyata petunjuk minyaknya sudah di empty. Untuk lebih meyakinkan dirinya dia membuka tangkinya dan mengintipnya. Memang kosong.
Dia lalu mencoba mengkalkulasikan pemakaian BBM-nya. Dengan konsumsi minyak untuk Astrea Grand sekitar 55 km per liternya, maka wajar kalau BBM-nya sudah mau habis, karena tadi dia sudah menempuh jarak 140 km dan ditambah jalan pulang lagi.
"Terima kasih, Pak," kata Otong karena telah mengingatkannya.
Dia pun men-starter sepeda motornya dan berlalu sambil memperhatikan apakah ada penjual minyak ataupun SPBU di sepanjang jalan yang dilaluinya.
Sekitar berjalan kurang lebih empat kilometer, dilihatnya ada penjual BBM eceran di pinggir jalan. Otong berhenti dan minta diisi BBM-nya.
"Berapa banyak, Pak?" tanya penjualnya ramah.
Otong mencoba menghitung jarak sisa perjalannya ke Pontianak. "Tiga liter saja," katanya. Karena dengan tiga liter, pasti masih ada lebihnya ketika sampai di Pontianak.
"Berapa?" tanya Otong ketika selesai diisi.
"Seratus lima puluh ribu saja," jawab penjual BBM-nya.
Busyet, pikir Otong lagi. Seratus lima puluh ribu saja, nenekmu! Padahal BBM itu harganya per liter hanya 10 ribuan. Masak sampai dijual 50 ribuan di sini? Sadar semua mencari kesempatan dalam kesempitan,
Otong membayarnya juga, tidak betah bertengkar. Kayaknya dia harus panjang sabar.
Belum setengah jam melanjutkan perjalanannya kembali, tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya. Otong tersadar jika tadi dia lupa membawa mantel, tetapi Otong malas berhenti karena hari sudah menjelang sore.
Dia tetap meneruskan perjalanannya dengan perlahan di bawah guyuran hujan lebat, sehingga dia menempuh perjalanan itu hampir lima jam. Tubuhnya terasa dingin apalagi terkena tiupan angin karena sepeda motor yang meluncur.
Sesampainya di tempat kosnya, ternyata kawan-kawannya tidak ada yang di rumah. Mungkin jalan ke tempat ceweknya atau ke karaokean atau menonton di bioskop, sementara dia tidak ada membawa kunci rumah.
Otong memutuskan untuk menunggu mereka di luar rumah. Karena merasa sudah sangat dingin, Otong menuju ke bagian dinding yang tidak ada sinar lampu. Dia lalu membuka semua pakaiannya, memerasnya termasuk celana dalamnya. Setelah itu dipakainya kembali.
Kemudian dia kembali lagi ke depan rumah, mengunci stang motornya lalu disimpan di bagian bawah lantai, antisipasi jangan sampai dirinya ditodong penjahat.
Kemudian dia menunggu kedatangan kawan-kawannya dengan berbaring di beranda rumah. Tak lama kemudian Otong tertidur karena kelelahan. Sehingga nyamuk kompleks berpesta pora menghisap darahnya.