“Terima kasih, Bu. Saya akan berusaha menyesuaikan diri,” kata Otong dengan senyum tipis, menutupi degup jantungnya yang seperti drum marching band.
“I think that's enough for our introductions, let's meet the headmaster,” ajak ibu guru pembimbingnya, dengan gaya tenang seperti agen rahasia yang akan menyerahkan sandera.
Mereka berjalan sekitar lima puluh meter menuju ruang kepala sekolah. Setelah mengetuk pintu dan mendapat izin masuk, keduanya mengucapkan salam sopan.
“Selamat pagi, Bapak,” ucap ibu guru pembimbing.
“Selamat pagi juga, silakan duduk, ya,” sambut kepala SMEA itu, ramah namun kharismatik.
Kulitnya hitam manis, berkacamata tebal, dan duduknya begitu tegak seperti sedang duduk di sidang DPR.
“Terima kasih, Bapak,” jawab Otong sambil melirik kursi seperti memastikan tidak ada paku.
“Terima kasih, Pak,” sahut bu guru.
Setelah mereka duduk, bu guru memperkenalkan Otong sebagai mahasiswa praktikan dari Untan yang akan mengajar selama satu semester penuh. Kepala sekolah itu mengangguk, lalu menatap Otong dari atas sampai bawah, seperti sedang menilai harga sapi di pasar.
“Oh, saya ingat surat pemberitahuan dari kampus Untan beberapa hari yang lalu,” katanya ramah, senyum mengembang.
“Bagus. Bagus. Bapak senang melihatmu. Rambutmu dicukur rapi, pakaianmu sopan, sepatumu hitam kinclong. Memang seharusnya begitu. Guru itu tidak boleh urakan, karena dia bukan hanya mengajar anak-anak biar pintar, tapi juga supaya mereka punya akhlak. Nah, panutannya ya harus gurunya. Percuma ngajarin sopan santun kalau gurunya sendiri ngomong sambil ngupil.”
“Terima kasih atas apresiasi Bapak,” jawab Otong , sambil dalam hati bersyukur karena tadi pagi sempat semir sepatu pakai daun pisang.
Obrolan berlangsung cukup lama, hangat dan penuh tawa kecil. Setelah selesai, Otong dan bu guru meluncur ke kelas 12B—kelas yang akan jadi ladang ujian mentalnya selama enam bulan ke depan.
Kelas itu seperti pasar malam. Suara gaduh, ada yang bergendang dari meja, ada yang teriak seolah main pentas drama. Tapi semuanya mendadak diam begitu bu guru masuk.
“Good morning, boys and girls,” sapa bu guru.
“Good morning, Madam,” jawab mereka serempak.
“Sorry I am late, because there is something that must be resolved first.”
“Never mind, Madam. It does will be okay,” jawab siswi-siswi yang tampaknya rajin ikut les tapi malas ikut pelajaran.
“Baik. Hari ini, seperti yang kalian lihat, Ibu membawa seseorang,” kata bu guru, beralih ke bahasa ibu agar tidak ada yang tersesat.