Satu Hati Dua Cinta

Yovinus
Chapter #17

17-Kerasukan

 

Setelah ditutup dengan doa, rombongan mahasiswa dilepas secara simbolis oleh Rektor. Upacaranya tidak kalah heboh dari syuting sinetron: piring pecah di depan bus, tepuk tangan riuh, dan sedikit drama karena piring nyaris memantul ke kaki dosen. Tapi tenang, semua selamat.

Karena kebiasaan orang Indonesia selalu jam karet, maka acara pelepasan molor seperti biasa, malam sudah menjelang saat rombongan benar-benar siap berangkat. Yang bisa dicapai dengan bus langsung tancap gas malam itu juga, termasuk rombongan ke Sintang dan Kapuas Hulu. Sementara yang harus naik kendaraan air, kudu nunggu besok pagi.

Yang menuju Sintang dan Kapuas Hulu jumlahnya 200 mahasiswa. Dibagi adil: 100 ke masing-masing kabupaten. Tiap kabupaten diisi 7 kelompok; lima kelompok berisi 14 orang, dua kelompok 15 orang.

Hitungan ini lebih rumit dari pembagian warisan, tapi panitia sudah mengatur sejak sebulan lalu.

Otong masuk ke kelompok beranggotakan 15 orang, kombinasi dari berbagai fakultas. Formasinya: 8 laki-laki dan 7 perempuan. Dari FKIP ada dua: satu cowok (Otong) dan satu cewek. FISIPOL, Ekonomi, dan Kehutanan semuanya diwakili perempuan, sedangkan Teknik, Hukum, dan Pertanian semua jagoannya pria.

Jadi, anggota kelompok Otong lengkapnya begini: 2 dari FKIP, 4 dari FISIPOL, 2 dari Ekonomi, 2 dari Teknik, 2 dari Hukum, 2 dari Pertanian, dan 1 dari Kehutanan. Jumlah: 15 orang. Tidak kurang, tidak lebih.

Rombongan ini naik 12 bus besar. Selain mahasiswa, ada dosen pembimbing yang ikut serta. Bus-nya besar, tapi AC-nya kadang hidup kadang tidak, seperti perasaan mantan yang belum move on.

Perjalanan dari Pontianak ke Sintang sepanjang 435 km, ditempuh 10 jam. Mereka sempat singgah di Kota Sosok buat makan malam, di warung-warung pinggir kota yang biasa disiapkan buat pelancong.

Makanan standar: ayam goreng, ikan asin, dan sambal yang membuat ingatan masa kecil muncul tiba-tiba.

Subuh-subuh, rombongan KKN yang ke Sintang berhenti di SDN 01 Sungai Ukoi, sekitar 20 km dari kota Sintang. Di sanalah mereka disambut dengan upacara kecil dari Pemda.

Sementara itu, bus lain yang mengangkut mahasiswa ke Kapuas Hulu terus lanjut jalan, menembus hutan dan lubang jalanan seperti sedang syuting film survival.

Jalur ke Kapuas Hulu lebih berat: tambah 300 km lagi. Jalannya? Bolong, becek, licin, campur aduk kayak perasaan ditinggal pas lagi sayang-sayangnya. Kadang bus cuma kelihatan atapnya saja karena lubang jalan seperti sumur. Perjalanan yang seharusnya 6 jam, molor jadi 14 jam.

Rombongan KKN Sintang pun dibagi dua lagi. Empat kelompok dikirim ke sepanjang Sungai Kapuas, empat lainnya ke daerah Bukit Kelam dan sekitarnya. Yang menentukan siapa ke mana? Dosen pembimbing dan Pemda, tentu saja, seperti jodoh yang ditentukan oleh orang tua zaman dulu.

Kelompok Otong mendapat penempatan KKN di Bukit Rentap, sebuah daerah yang cukup terpencil namun menyimpan keindahan alam dan cerita masyarakat yang menarik.

Lokasinya sekitar 31 kilometer dari Bukit Kelam, atau 53 kilometer dari pusat Kota Sintang. Daerah ini merupakan kawasan transmigrasi yang dihuni oleh warga dari Pulau Jawa yang datang puluhan tahun lalu dengan semangat merintis kehidupan baru di tanah Kalimantan.

Desa tempat mereka akan tinggal bernama Baning Panjang. Sebuah desa kecil dengan rumah-rumah panggung dari kayu ulin, jalan tanah yang becek di musim hujan, dan suara jangkrik yang tak pernah tidur.

Lihat selengkapnya