Di sisi barat ruangan, dua mahasiswa tampak serius seperti sedang menghadapi sidang tesis. Satu orang membaca Surat Yasin dengan nada bergetar, sementara yang lain menembakkan Ayat Kursi sebagai senjata sonik penangkal setan.
Di kiri dan kanan kepala Hanifah, yang saat itu sedang berteriak tak jelas, diletakkan kitab Yasin seolah membentuk perisai spiritual multi dimensi.
"Ada apa ini?" bisik Otong dengan alis menyatu, mendekati Alwi sang ketua kelompok yang terlihat seperti prosesor yang kelebihan beban.
"Si Ani... kerasukan," jawab Alwi, masih menatap Hanifah atau yang biasa mereka panggil Ani, dengan ekspresi bingung sekaligus takut.
"Sudah lama?" bisik Otong lagi, makin penasaran.
"Tadi sekitar jam sebelasan," jawab Fahjrul yang berdiri berdekatan dengan Alwi cepat-cepat, ikut memberikan input layaknya asisten AI yang mendadak aktif.
"Awalnya gimana?" Otong menggali lebih dalam, seperti wartawan investigasi yang belum sarapan.
"Kami juga nggak tahu. Tiba-tiba dia teriak-teriak sendiri di kamar, lalu pingsan. Tapi nggak lama bangun lagi dan... ya gitu deh. Teriak lagi," jelas Alwi dengan nada pasrah, seolah server spiritual mereka sedang diserang malware.
Rasa lapar langsung dilupakan Otong. Dia dan kawannya tadi hanya meneguk air putih seperti astronot yang kehabisan ransum. Mereka prihatin. Tapi juga clueless.
Karena yang mereka hadapi ini bukan soal tugas kelompok atau jaringan Wi-Fi yang lemot, melainkan dunia gaib yang tak bisa diakses lewat mbah Google.
Alwi segera mengambil keputusan: mencari Ustaz, dukun digital, atau siapapun yang bisa mengusir makhluk halus dari radius dua kilometer, ke arah kompleks transmigrasi.
Yang bersedia jadi kurir spiritual adalah Fahjrul dan Maria Supernova, mahasiswi cerdas, cantik, dan agak dramatis, mirip tokoh utama drama Korea tapi versi tropis.
Mereka naik sepeda motor pinjaman dari tenaga kesehatan lokal yang datang layaknya NPC penyembuh di game RPG.
Karena jalanan desa gelap gulita dan belum ada lampu pintar seperti di kota, Maria memeluk Fahjrul dengan erat. Refleks. Manusiawi. Tapi... efeknya ke Fahjrul? Fatal.
Sebagai lelaki keturunan Arab dengan anatomi yang katanya limited edition, Fahjrul mendadak merasa bagai panel surya yang terkena sinar matahari pagi. Aliran darahnya berubah jalur. Tapi bukannya ngebut, motornya justru melambat.
"Lho, kok makin pelan sih?" tanya Maria dari belakang, takut sekaligus gemas.
"Motornya kayaknya agak goyah. Takut mogok di tengah jalan terus kita harus dorong berdua," jawab Fahjrul dengan suara yang berusaha tetap stabil seperti suara AI asisten rumah tangga.
"Kenapa? Takut ya?" tambah Fahjrul, iseng.
"Ya iyalah! Ini gelap, nggak ada orang pula. Serem," jawab Maria. Suaranya lembut di telinga Fahjrul, seperti suara notifikasi cinta masuk ke gawai hatinya.