Satu Hati Dua Cinta

Yovinus
Chapter #19

19-Durian & Mentimun Tinggal Bersama

 

“Bukan karena kita bermacam-macam seperti spesies binatang langka,” sambung Maria lagi sambil mengusap peluh dari dahinya yang seakan menyimpan peta digital etika budaya.

“Saya yakin kok, kita tidak apa-apa. Ini semua tujuannya untuk melindungi kawan-kawan yang perempuan dari invasi makhluk tak dikenal malam hari.”

“Nah, kalau begitu, apa salahnya?” kata Fahjrul sambil membuka hologram tata letak kasur dengan sistem pertahanan perimeter ala Star Wars.

“Saya tidak bisa,” jawab Otong dengan suara serius seperti AI yang menolak perintah ilegal. “Karena budaya kami tidak membolehkannya. Juga agama yang saya anut tidak membolehkannya, baik di bumi maupun di semesta paralel lain.”

“Kalau masalah budaya, tidak ada budaya di mana pun di Indonesia ini, termasuk di galaksi Andromeda, yang mengizinkan laki-laki tidur bersama perempuan kalau bukan muhrim,” timpal Firman, yang kini memegang kitab suci dan manual book etika timur.

“Tapi ini persoalannya lain. Kita terpaksa melakukannya karena situasi darurat. Lagi pula, kita kan sudah dewasa semua. Mustahillah kalau kita bertingkah macam-macam di tempat sempit penuh saksi, termasuk cicak-cicak dinding.”

Otong terdiam seperti chip CPU yang kehabisan daya. Namun, ia tetap bersikukuh.

“Lalu, kalau tidak bersama kami, kamu mau tidur di mana, Tong?” tanya Diyah, sambil memindai suhu emosional Otong pakai tatapan mata super scan.

“Saya akan tidur di rumah sebelah. Tetap di kamar para lelaki kemarin. Biarpun aroma bau kaos kaki Ahmad masih menghantui,” jawab Otong, sambil menatap kawannya yang malas mencuci kaus kaki itu seperti prajurit Jedi.

“Kamu tidak takut?” tanya Nunung, sedikit khawatir.

“Ndak sih. Saya sudah biasa berbulan-bulan tidur di hutan tropis dengan sinyal nol bar dan tanpa akses Shopee,” tukas Otong dengan gaya militer.

“Ini lain, lho, Tong. Ndak kah kamu lihat apa yang terjadi dengan Hanifah semalam? Kain sarungnya melayang sendiri!” kata Shania, mengingatkan.

“Yang penting, Hanifah dan kalian para wanita lainnya terjaga. Masalah keselamatan saya, jangan kalian khawatirkan. Saya pasti tidak apa-apa kok,” jawab Otong penuh keyakinan. “Kalaupun ada apa-apa, saya bisa memanggil kalian... kan hanya sebelah rumah.”

“Oke, lah. Kalau memang mau kamu begitu,” kata Abdullah sambil menyerah, wajahnya seperti AI yang gagal negosiasi kontrak.

“Tapi jangan menyalahkan kami kalau ada apa-apa denganmu, ya,” katanya menegaskan seperti perjanjian pranikah.

“Tenang, saya tidak akan pernah menyalahkan siapa-siapa... kecuali cicak kalau ada yang jatuh dari plafon.”

“Baik. Kawan-kawan dengar semua, kan? Bukan kita yang tidak mengajak Otong ?” ujar Abdullah pada yang lain, layaknya notulen rapat KKN interdimensional.

“Yaaa!” sahut mereka serentak seperti paduan suara dari orkestra multisemesta.

Lihat selengkapnya