Karena terlalu sering terlihat bersama Bavik, baik saat di kost, di pasar, bahkan di jalanan yang panas maupun becek, orang-orang mulai melabeli Otong dengan julukan yang nyeleneh tapi pas: the private bodyguard, atau satpam atau sekurity penjaga pribadi Bavik.
Julukan itu muncul bukan tanpa alasan. Kost Bavik dan teman-teman kakanya adalah rumah kontrakan yang penghuninya serba mempesona: wanita-wanita muda nan cantik, seperti barisan bidadari yang tersesat di kota gubernuran.
Tak heran, kost itu seperti gula yang mengundang semut dari berbagai etnis. Ada lelaki Bugis yang matanya tajam, pemuda Madura dengan logatnya yang khas, cowok Dayak bertato, sampai pemuda Batak dan Jawa yang hobi main gitar dan catur di pagar depan.
Semua datang dengan harapan, tapi hanya satu yang selalu tampak tenang mendampingi Bavik : Otong. Ia berbeda. Ia tak pernah menggoda, tak pernah menyentuh batas, dan karena itu, meskipun Bavik masih berstatus pacar Ho Chi Minh, ia merasa nyaman bersama Otong .
Malam itu, hujan turun seperti sedang membalas dendam. Petir menyambar-nyambar dengan gaya dramatis seolah alam pun ikut main sinetron. Otong belum pulang dari rumah kos tempat bavik tinggal.
Hari itu kursus Bavik berakhir lebih lambat karena pengajarnya harus mengurus sesuatu. Angin malam masuk menembus celah-celah dinding rumah kost tua itu, dinding yang mulai lapuk, kayu yang digerogoti rayap, seolah waktu sengaja membocorkannya.
"Jangan pulang dulu, Bang Otong. Tunggu sampai kakak-kakakku pulang kuliah, ya?" pinta Bavik dengan wajah penuh harap.
"Aku nggak enak, malam-malam berduaan begini," jawab Otong, gugup, seperti anak baru belajar cinta.
"Tapi aku takut, Bang. Temani aku dulu, ya? Please?" suara Bavik kecil, lalu disambung batuk-batuk yang mengagetkan Otong.
Batuk itu bukan batuk manja. Tapi batuk sungguhan. Otong panik, wajahnya berubah seketika.
"Kamu bawa obat nggak, Vik?" tanyanya, cemas.
"Ada. Tapi hari ini aku lupa minum."
"Mana obatnya?"
"Ada di kantong plastik, di atas palang kayu kamarku. Bisa minta tolong ambilin, nggak?"
Otong sempat ragu. Masuk kamar cewek malam-malam? Dosa besar menurut buku moralitas desa. Tapi melihat kondisi Bavik, dia memberanikan diri. Dengan langkah cepat ia masuk, mengambil plastik berisi obat, lalu segera keluar seperti pencuri yang baru sadar maling tempat suci.