“Bang. Elu kok baik sekali dengan Bavik? Mengapa?”
Otong tidak menjawab, dia hanya tersenyum saja sambil menatap Bavik dengan tatapan yang sangat mesra, sehingga Bavik bisa merasakan perasaan cinta yang dalam dari pemuda ini.
“Ayolah, Bang. Lu jawablah pertanyaan gue, please?”
Sebenarnya Otong tidak mau membuka rahasia hatinya, tetapi karena terus di desak, maka akhirnya sedikit terbuka juga.
“Abang hanya ingin melihat kamu selamat dan senang saja,” gumam Otong hampir tak kedengaran.
“Bang, kita kan pernah pacaran. Sekarang dek Bavik sudah pacaran dengan Ho Chi Minh. Apa lu tidak cemburu?”
Otong cuma menggelengkan kepalanya, dengan ekspresi wajah yang susah di tebak.
“Benarlah nih Bang?” cecar Bavik lagi. “Benar lu sama sekali tidak cemburu?”
“Memangnya gue punyak hak untuk cemburu?” ujar Otong balik bertanya.
“Bang Otong. Dek Bavik inikan wanita yang punya perasaan, jadi dek Bavik tahu jika bang Otong masih mencintai dek Bavik. Hiyakan?” desak Bavik .
Otong meanrik nafas panjang. Tetapi kembali menggelengkan kepalanya, dia sama sekali tidak menjawab pertanyaan Bavik .
“Bang Otong, dek Bavik ingin mendengar jawaban Bang Otong. Apakah Lu masih mencintai, adek?”
“Gue tidak perlu menjawab pertanyan elu itu, dek. Elu pasti sudah tahu jawabannya,” sahut Otong tetap berdiplomatis.
Kali ini Bavik yang menarik nafas panjang. Benar juga kata Otong. Dia tidak perlu menjawab pertanyaannya itu. Karena sejauh ini dia bisa merasakan jika memang Otong masih mencintai dirinya.
Tetapi mengapa dia juga tetap tidak marah baik dengan dirinya ataupun dengan Ho Chi Minh ? Ini yang membuatnya penasaran.
“Bang Otong, Adek tahu jika bang Otong masih mencintgai Adek, benarkan?”
Otong kembali hanya tersenyum. Tetapi dia tetap tidak menjawab. Sungguh sesuatu yang membuat penasaran.
“Tapi mengapa Bang Otong sama sekali tidak cemburu atau marah-marah? Mengapa?” desak Bavik .
Otong menarik nafas panjang dan dalam beberapa kali. “Itu karena aku sungguh mencintaimu, Adek.”
“Cinta?” gumam Bavik heran. “Bang Otong katakan sungguh mencintaiku, tetapi tidak marah ketika Adek bersama laki-laki lain? Bagaimana sih bang? Adek jadi bingung.”
“Adek Bavik, perlua elu camkan. Gue sungguh mencintai elu. Sehingga dalam hati gue, yang utama itu adalah kebahgiaan lu. Jika elu mencintainya dan lu sangat bahagia bersamanya, mengapa gue harus menyiksa elu untuk tetap bersama gue?”