“Iihh!” Leonardi memekik sambil meringis ngeri. Ia baru saja keluar dari kamar tidurnya, rambut masih acak-acakan seperti hutan yang belum dijamah manusia. Tidurnya tadi seperti hibernasi seekor beruang kutub, dan bangunnya pun seperti tidak ada rasa bersalah.
Leonardi ini memang istimewa. Bukan karena prestasinya, tapi karena dua hal: pertama, dia sangat ahli tidur kapan saja dan di mana saja. Kedua, dia sangat malas kerja. Baginya, hidup ideal adalah hidup ala pangeran Arab; tidur, makan, lalu uang datang sendiri.
Mirip-mirip Acun, si penerima beres, hanya bedanya Leonardi ini super pelit. Bahkan buat beli garam pun dia bisa debat harga dengan penjual selama dua jam.
“Masih sakit, kah?” tanya Acun dengan nada datar.
“Ndak lagi,” jawab Leonardi sambil menguap.
“Mampukah kamu memasak?”
“Mampu.”
“Kamu langsung masak saja sayur kita itu. Sanggup, Sar?”
“Siap, Boss!” Baltasar memberi hormat ala militer dengan sendok di tangan.
“Perlu dibantu, ndak?” tanya Otong , penuh semangat.
“Kalau mau sih, silakan,” jawab Baltasar santai.
Otong, si pekerja keras sejati, sangat senang dengan kegiatan dapur. Tapi sebelum dia sempat berlari ke dapur seperti chef MasterChef edisi rakyat kecil, muncul Mimoy dengan wajah manja minta diantar ke kampus.
“San, bisa antar aku ke kampus? Aku takut sendirian. Tadi katanya ada yang kesurupan di depan fakultas.”
Dan seperti biasa, hati Otong yang lunak langsung meleleh. Ia pun pergi, meninggalkan Baltasar sendirian menghadapi kuali dan sayuran. Acun dan Leonardi? Mereka sibuk melakukan hal paling mulia dalam hidup: duduk diam dan tidak membantu sama sekali.
Satu jam kemudian, Otong pulang bersama Mimoy. Ia langsung menuju rumah kost Acun, tempat di mana si Baltasar sedang ‘bereksperimen’ dengan masakan.
“Wah, syukur kamu sudah pulang. Ayo kita makan!” seru Baltasar dengan wajah bangga. Semua sudah siap: nasi, lauk, dan... kejutan rasa.
“Ayolah,” sahut Acun dan Leonardi bersamaan. Jam sudah menunjukan lewat pukul dua belas siang. Waktunya makan siang versi hemat mahasiswa perantauan.
Mereka semua berkumpul di dapur. Baltasar meletakkan nasi dan sayur di meja kecil. Semuanya bebas mengambil sesuai selera.
“Lho, kok sayurnya begini, Sar?” protes Acun, wajahnya seperti habis melihat jin keluar dari termos.
“Ada apa memangnya?” Leonardi penasaran. Ia pun menyendok sayurnya, lalu...