Satu Hati Dua Cinta

Yovinus
Chapter #51

51-Kesetiaan

 

"Mau kita berdua saja atau juga termasuk semua staf saya di sini?" tanya pak Priyatno sambil mengernyitkan dahi.

"Ya semuanya dong, masa cuma kita berdua saja makan enak?" sahut Otong, tangannya sudah gatal ingin menulis pesanan.

"Kalau begitu, kita bertujuh. Soalnya staf saya ada lima orang, termasuk saya," jelas Priyatno, nadanya seolah sedang menghitung tim futsal.

"Oke, mau yang budget berapa?"

"Untuk kita berdua, cari yang cukup bergengsi. Rendang dan ayam goreng bolehlah. Yang lain cukup ayam goreng saja," saran Pak Priyatno sambil mengelus perut. P

ak Priyatno itu tubuhnya gede banget—kayak gabungan antara kulkas dua pintu dan lemari pakaian zaman Belanda. Tinggi, lebar, dan kalau jalan tuh, lantai serasa bergetar kayak ada T-Rex lewat di Jurassic Park. 

Sementara Otong? Ya ampun... dibandingin sama Pak Priyatno, dia kayak stik es krim yang udah kelamaan di freezer. Kurus, mungil, dan kalau jalan, angin aja bisa nyalip. 

Kalau mereka berdua berdiri sebelahan, orang-orang suka mikir: "Wah, ini duet komedi Internasional: Otong si Wakil Asia Tenggara, dan Pak Priyatno si perwakilan Eropa Timur pas musim dingin!"

Pernah sekali mereka difoto bareng, hasilnya? Otong keliatan kayak watermark di foto. Kecil. Nyempil. Terselip di antara gulungan otot dan volume tubuh Pak Priyatno yang kalau dipeluk, mungkin kayak meluk bantal guling super premium.

Lucunya, waktu mereka berboncengan naik motor, Otong di depan, Pak Priyatno di belakang, orang-orang yang liat langsung nyeletuk, 

"Lho, itu motornya jalan atau ngangkat beban raksasa?"

Soalnya setangnya nggak keliatan, motor miring, dan knalpotnya batuk-batuk.

"Siapa yang pergi beli, nih?" ujar tong membuyarkan lamunan pak Priyatno.

"Ada anak buah. Gampang, tinggal tulis aja menunya," jawab Pak Priyatno santai.

Otong  pun segera menuliskan menu istimewa untuk mereka berdua: nasi dengan rendang, ayam goreng, sambal petai tomat, hati ayam, udang galah, dan rebusan daun ubi plus sambal terasi.

Sementara untuk empat staf lainnya, ia tulis: nasi putih, ayam goreng, telur asin, hati ayam masak santan, tempe goreng, rebusan daun ubi, dan sambal.

"Cukup nggak, nih?" tanya Otong  sambil menunjukkan daftar pesanan, ekspresinya mirip koki yang baru bikin menu spesial.

"Wah, itu lebih dari cukup, Bro. Itu sudah bukan makan siang, tapi jamuan istana," komentar Priyatno sambil terkekeh.

"Oke, minumnya apa?"

Lihat selengkapnya