Satu Hati Dua Cinta

Yovinus
Chapter #57

57-Menuju Kota Cinta

 

"Mengapa kencing di sini?!"

Suara berat penuh emosi itu menggema dari belakang, mengagetkan seisi bus. Rupanya sang sopir sudah berdiri di belakang si kondektur. Matanya melotot tajam, seperti mata harimau lapar yang baru dilepas dari kandangnya.

"Saya tak tahan lagi, Pak," jawab seorang ibu dengan wajah memerah, entah karena malu atau kesal.

"Ibu ini keterlaluan! Masak kencing di dalam bus?!" Sopir itu menunjuk si ibu dengan telunjuk gemetarnya, seakan ia tengah menunjuk terdakwa dalam persidangan.

"Dan kamu juga keterlaluan!" balas si ibu sambil menatap tajam. "Sudah berapa kali saya minta agar bus berhenti. Tapi kamu, ah... kamu diam saja seperti patung selamat datang!"

Sopir itu langsung membalas dengan amarah membuncah, "Dasar! Kemaluan tak punya nabi!"

Kalimatnya tajam, menusuk. Tapi si ibu tak kalah garangnya, “Yang tidak punya nabi itu kamu! Kamu tidak punya hati nurani!”

Penumpang mulai bergemuruh. Ketegangan memuncak seperti air dalam panci yang mendidih.

"Berani ya kamu sama aku?!" bentak sopir itu lagi. "Awas, nanti kupukul juga!"

Melihat situasi yang hampir meledak seperti gas LPG bocor dekat lilin, Otong pun angkat suara.

“Dek, jangan marah begitu. Wanita hamil itu biasanya memang sering ingin buang air kecil. Mohon dimaklumi, ya,” katanya dengan nada menenangkan. Ia sengaja memanggil sopir itu "Dek" karena jelas lebih muda darinya.

“Betul itu. Wanita hamil memang begitu,” timpal seorang bapak dari barisan kursi tengah.

“Benar, Nak,” tambah bapak lain yang duduk di belakang. “Jangan sampai kamu kena karmanya. Bisa-bisa istrimu nanti mengalami hal yang sama!”

Para penumpang wanita pun tak tinggal diam.

“Kamu laki-laki, tidak tahu rasanya jadi ibu hamil! Semua dari ibu, tahu?!”

“Iya! Jangan sok keras!”

Sopir mulai goyah. Kekuatan massa tak bisa dilawan. Ras terkuat di bumi pun ikut bicara semuanya. Ia kembali ke kemudi, tapi membanting setir dengan gaya pembalap F1 yang dikhianati kekasihnya.

Bus meliuk ke kiri dan ke kanan, membuat penumpang serempak berdoa sesuai iman masing-masing. Suasana hening, tegang, dan penuh harap agar mereka tidak menjadi headline berita pagi: “Bus Masuk Jurang Karena Sopir Patah Hati.”

Setengah jam kemudian, mereka akhirnya tiba di kota Sosok, tempat perhentian makan. Para penumpang menghela napas lega. Tidak ada yang muntah. Tidak ada yang patah tulang. Masih utuh, luar dan dalam.

Saat makan, kebetulan si Ibu duduk satu meja dengan Otong.

“Terima kasih ya, Nak. Sudah membela saya tadi,” ucapnya lirih.

“Oh, tidak apa-apa, Bu. Saya cuma kasihan saja,” sahut Otong sambil menyendok sayur asem.

“Dia itu tidak tahu, bagaimana rasanya menahan kencing saat hamil,” keluh si ibu, menggigit kerupuk dengan gusar.

Lihat selengkapnya