“Apakah semuanya sudah tidak ada yang tertinggal lagi?” tanya ayah Bavik, mertua Otong, yang hari itu sengaja tidak masuk kantor, karena dia mau melihat anaknya berkemas dan juga ingin bersama anaknya sebelum dia berangkat ke Ketapang bersama suaminya.
Bavik sekali lagi memeriksa semua barang bawaannya yang bertumpuk di ruang tamu mereka itu. “rasanya tidak ada lagi Ayah,” sahutnya.
“Baik kalau begitu. Sekarang mari kita berdoa dulu.”
Mereka sekeluarga berkumpul, Otong dan Bavik, serta kedua orang tua Bavik. Juga kakak dan adiknya serta anak-anak sekolah yang tinggal dengan mereka. Doa itu di pimpin oleh ayah Bavik, dia meminta keselamatan bagi anak dan menantunya dalam perjalanan mereka ini.
Dia juga meminta perlindungan dan penyertaan Tuhan dalam setiap detik kehidupan anak dan mantunya itu dan tidak lupa juga dia mendoakan agar hidup keduanya selalui disertai dan diberkati oleh Tuhan sepanjang hidup mereka.
Setelah makan siang, Bavik dan Otong kembali lagi memastikan tidak ada barang-barang mereka yang tertinggal. Setelah itu keduanya masuk kamar pengantin untuk beristirahat siang, tetapi keduanya sama sekali tidak berani melakukan kegiatan suami isteri.
Karena dari berisiknya adik dan kakaknya serta anak-anak sekolah dari kiri kanan kamar pengantin mereka, keduanya sadar jika mereka mencoba mengintip dan menguping aktifitas mereka berdua.
Sehingga keduanya memutuskan hanya beristirahat siang saja, tidak berani melakukan kegiatan suami-isteri.
Meskipun Bavik masih perawan.
Sebelum dan sesudah makan sore, kedua orangtua Bavik kembali menasihati keduanya lagi. Kali ini hanya Otong dan Bavik saja yang berada di ruang tamu, menerima nasihat dari kedua orang tua Bavik. Sementara orang-orang lainnya pada sibuk dengan aktifitas mereka masing-masing.
Tetapi dari semua nasihat kedua orang tua Bavik, ada dua hal yang sangat berkesan di dalam hati Otong. Yang pertama adalah mereka mengatakan, bahwa Bavik adalah pasangan hidupnya, bukan musuhnya atau sparing partnernya.
Sehingga seberat apapun persoalannya dianatara mereka berdua, maka janganlah dirinya berbicara dengan tangan dan kakinya pada Bavik. Kembalilah mereka berdua kepada Tuhan untuk menyelesaikan persoalan keduanya dan komunikasikan permasalahan mereka itu dengan baik.
Jika itu pun tidak mampu lagi dilakukan, maka kembalikan saja Bavik pada mereka.
Yang kedua adalah, bahwa hidup perkawinan itu analoginya seperti menyimpan piring dalam raknya. Dia akan berbunyi bahkan terkadang agak keras, tetapi harus dijaga agar tidak retak atau pun sampai pecah.
Begitu juga sebuah keluarga, perselisihan pendapat dan perbedaan pendapat itu pasti ada, tetapi jangan sampai membuat hubungan perkawinan mereka itu menjadi retak atau bahkan jadi tercerai berai.
“Ya, ayah, saya berjanji untuk selalu mengingat akan nasihat ayah dan ibu. Aku akan selalu mencintai Bavik dan menjaganya seumur hidupku, bahkan jika suatu saat nanti dia tidak sehat atau pun gemuk,” kata Otong .
Hal ini tentu saja membuat Bavik tesenyum dalam hatinya. Sempat-sempatnya juga Otong membayangkan dirinya suatu saat akan menjadi gemuk, padahal dia berjanji dalam hatinya, akan selalu tetap menjaga dirinya agar tidak gemuk, meskipun setelah dia mempunyai anak anak.