Satu Hati Dua Cinta

Yovinus
Chapter #107

107-Rahasia Seorang Isteri

 

Bavik berusaha melepaskan dirinya dari pelukan dan rengkuhan Ho Chi Minh , tetapi tenaga laki-laki itu sungguh begitu kuat. Bagaimana pun dia berusaha melepaskan dirinya, tetapi selalu dalam dekapannya Ho Chi Minh.

Sehingga lama lama dirinya kehabisan tenaga, sehingga Ho Chi Minh dengan leluasa mendekap dan melakukan apa yang dia inginkan dirinya sehingga tangan dan mulutnya bebas berbuat ke sana kemari.

Ho Chi Minh sungguh salah persepsi, diamnya Bavik dipikirnya Mama muda itu menyukai apa yang dilakukannya. Meskipun dirinya kehabisan tenaga, tetapi jiwa Bavik berontak dan sama sekali tidak terima apa yang di buat oleh Ho Chi Minh.

“Minh! Hentikan,” desisnya lemah.

Tetapi Ho Chi Minh terus melakukan serangan, sehingga hampir tidak ada lagi bagian tubuh Bavik yang luput dari jangkauannya. Dia memuaskan dirinya menggeluti tubuh wanita yang selalu dirindukannya itu

“Aku bilang, hentikan. Ini tidak boleh,” seru Bavik sambil terus berupaya melepaskan dirinya.

“Kamu kan cinta diriku?”

Sejak kecil, Bavik memang tidak diberi anugerah tubuh yang kuat. Tenaganya mudah terkuras, dan sering kali ia merasa lelah lebih cepat dari orang lain. Dan hari itu, ketika tubuhnya sedang dalam kondisi lemah, ia dipertemukan dengan sosok yang tak pernah ia duga akan datang: Ho Chi Minh.

Tak seperti biasanya, hari itu Bavik tidak mengenakan celana panjang, hanya mengenakan rok panjang. Ia tidak pernah membayangkan bahwa penampilannya yang sederhana itu akan membuatnya rentan dalam situasi seperti ini.

 

Ho Chi Minh, yang sudah tersulut gejolak dalam dirinya, tak menyia-nyiakan kesempatan. Dalam sekejap, ia mengabaikan seluruh batas kemanusiaan dan menyeret Bavik dalam keinginan sepihak yang begitu kejam.

Bavik, yang begitu lemah dan tak berdaya, hanya bisa menangis dalam diam, tak mampu menghindar, apalagi melawan.

Ia tak bisa bersuara, tak bisa meminta pertolongan. Tempat itu terlalu sepi, terlalu jauh dari harapan, terlalu sunyi untuk didengar. Yang bisa ia rasakan hanyalah kehancuran yang menyelimuti dirinya, dan ketakutan yang menggigilkan seluruh tubuhnya.

Bavik hanya bisa menangis tersunguk-sunguk, karena apa yang telah dipertahankannya selama ini sudah ternoda. Ternyata menjaga kesucian setelah pernikahan itu malahan lebih sulit dari sebelum pernikahan.

Dengan perlahan dia memasang kembali pakaiannya sambil terus menangis. Ho Chi Minh berusaha menolong dirinya, tetapi malahan membuat Bavik yang mulai pulih kekuatannya itu marah.

Dia tanpa sadar tangan kanannya melayang menampar wajah Ho Chi Minh kiri dan kanan dengan cukup keras, sehingga Bavik sendiri pun meringis kesakitan karena telah menampar wajah Ho Chi Minh dengan begitu keras.

Tentu saja Ho Chi Minh terkejut bukan main ketika merasakan dirinya di tampar oleh Bavik . “Kok kamu marah sih? Ndak kah tadi kamu ikut menikmatinya?” tanyanya bingung.

“Menikmati nenekmu. Kamu telah melukai hatiku. Kamu telah menodai diriku. Syukur aku tidak menikahi kamu dari dulu, ternyata kamu memang laki-laki bejat?!” sergah Bavik dengan kemarahan berapi-api.

“Kalau begitu, maafkan aku Vik,” desisnya perlahan.

Dia pun bisa merasa bersalah, karena memang sesungguhnya dia mencintai wanita ini. Hanya gairahnya saja yang tidak mampu dia kendalikan, karena sesungguhnya cintanya itu bukan cinta murni seperti milik Sangen.

Kalau Otong gariahnya itu berdasarkan cinta, sementara dirinya itu cintanya berdasarkan gairah saja.

Lihat selengkapnya