Satu Hati Dua Cinta

Yovinus
Chapter #117

117-Kecemburuan Sosial

 

Pagi menjelang siang itu, Jambang baru saja membuka matanya ketika dering ponsel menggema di kamarnya. Dengan mata masih setengah tertutup, ia melihat sebuah pesan dari Ananta, salah seorang aktivis senior di lembaga tempatnya bekerja. Ananta meminta waktu untuk menghadap langsung di ruang kerja Jambang.

Sudah menjadi kebiasaan Jambang untuk bangun agak siang karena hampir setiap malam ia bekerja hingga larut. Kantornya pun maklum akan kebiasaannya itu, sebab Jambang memang lebih produktif saat malam hari.

Oleh karena itu, ia hampir tak pernah masuk kantor sebelum pukul sembilan pagi, kecuali bila ada urusan penting.

Meski sadar bahwa gaya hidupnya jauh dari kata sehat—merokok berat, suka minum alkohol, dan doyan begadang—Jambang tetap bersikukuh bahwa yang terpenting baginya adalah kebahagiaan. Tubuhnya yang kurus dan tulang pipi yang menonjol bukanlah hal yang mengganggunya.

Ketika Ananta akhirnya masuk ke ruang kerjanya, Jambang menyambut dengan nada santai, "Ada apa, Ta?"

Ananta langsung duduk dan mulai menjelaskan maksud kedatangannya. Ia merasa lebih dekat secara personal dengan Jambang daripada dengan Stinggan, sehingga merasa lebih nyaman menyampaikan aspirasinya kepada Jambang.

Intinya, Ananta ingin diberi kesempatan untuk mengambil studi S2 ke luar negeri. Ia menekankan bahwa program itu adalah hak semua aktivis, sesuai dengan misi lembaga mereka tentang kesadaran hak dan kewajiban.

Ia juga menjelaskan bahwa dari semua lulusan Bahasa Inggris di lembaga itu, hanya tinggal tiga orang yang belum mengambil S2. Satu orang di antaranya sudah menikah dan sedang hamil tua.

Jadi, peluang tersisa hanya bagi dirinya dan satu kawan lain yang kemampuan Bahasa Inggrisnya masih pasif.

"Peluang saya sangat besar, Bang. Saya pikir inilah saatnya," katanya penuh harap.

Namun Jambang berusaha menjelaskan dengan bijak, "Kita kemarin memilih Otong karena prestasinya luar biasa. Itu juga demi reputasi lembaga kita."

Ananta tidak menyerah, "Tapi Otong itu aktivis baru, Bang. Seharusnya jangan sampai mengabaikan aktivis lama yang sudah banyak berkontribusi."

"Saya paham, Ta. Tapi kita memang sedang tidak punya anggaran. Makanya kemarin ada sistem prioritas."

"Tapi kemarin kan yang dikirim dua orang. Seharusnya salah satu perempuan juga ikut, Bang. Masa laki-laki semua? Mana persamaan gendernya"

"Serius, kita benar-benar nggak ada dananya, Ta."

"Abang kan punya banyak koneksi luar negeri. Tolonglah carikan satu sponsor lagi untuk saya, Bang. Saya yakin ini bukan masalah besar buat Abang."

Jambang menarik napas panjang sambil menghisap rokoknya. Asapnya membuat Ananta batuk, tapi ia tetap bertahan. Ia tahu ini perjuangan untuk masa depannya.

"Baik, nanti saya akan bahas dulu dengan pengurus inti ya," kata Jambang akhirnya.

"Tapi Abang janji, kan? Mau bantu saya?"

Lihat selengkapnya