Sebelum pukul sebelas siang Otong sudah mengajak anak dan isterinya untuk makan siang di hotel, karena sebelum pukul dua belas siang mereka sudah harus check out dari hotel Kapuas Palace itu.
Jika hal itu tidak dilakukan maka pembayarannya akan bertambah, padahal mereka tidak menginap lagi malam ini.
Otong menyimpan tiket kapal mereka bertiga di tas yang mudah di buka, sehingga nantinya tidak kesulitan ketika menaiki kapal.
Ketika sudah menunjukan pukul 11.45 menit ketiganya segera melakukan check out di front office dan keluar dari hotel.
Mereka memesan taksi dan kemudian meluncur ke arah pelabuhan laut, agar mereka tidak terlambat.
“Wah, enak ya Pak naik mobil,” tiba-tiba anak mereka nyeletuk ketika merasakan memasuki mobil dan menikmati betapa empuknya tempat duduk mereka dan betapa dinginnya udara AC dalam mobil itu.
“Tapi dingin sekali,” omelnya sambal menggigilkan tubuhnya.
Memang karena dia sakit, anak ini cenderung tidak tahan dengan udara dingin. Mobil pun meluncur perlahan nyaris tanpa guncangan, karena taksi yang mereka tumpangi ini adalah dari jenis sedan yang memang di rancang bersuspensi lembut.
Otong hanya tersenyum saja mendengar kata-kata anaknya. Dalam hati dia bertekat suatu saat mampu membeli mobil untuk keluarganya.
Sekarang memang hidup mereka boleh dikatakan hanya sedikit diatas rata-rata, tetapi dia yakin ke depannya pasti hidup mereka akan jauh lebih baik.
Sesampai di pelabuhan mereka melaporkan tiket mereka pada satpam pelabuhan, sehingga diperbolehkan untuk memasuki tempat check in. Ketika check ini barang-barang mereka di periksa seperti juga yang berlaku juga pada para penumpang lainnya, setelah itu mereka pun memasuki kapal.
Sebenarnya para penumpang tidak perlu lah berdesak-desakan untuk memasuki kapal, karena para penumpang kapal itu masing-masing sudah ada tempatnya sesuai nomor di tiket itu.
Tetapi dasar manusia Indonesia yang memang kurang disiplin, perilaku sudah berdesak-desakan dan tidak mau antri itu bukan Indonesia kalau tidak dilakukan.
Otong beberapa kali menahan dengan sekuat tenaga desakan para penumpang dari arah belakang, sehingga dia sampai berkeringat karena mengerahkan trenaganya sampai maksimal jangan sampai anak dan isterinya terjepit dengan penumpang yang berdiri di depan mereka.
Hal ini dia lakukan karena mengingat tubuh anak dan isterinya sangat lemah dan tidak seperti para wanita lain yang sehat.
Hal itu berlangsung selama beberapa menit, sehingga hampir-hampir dia kehabisan tenaga, untunglah tidak lama mereka telah sampai ke dalam kapal. Sesampai di dalam kapal, ketiganya segera mencari nomor tempat tidur yang sesuai dengan tiket mereka.
KMP Bukit Raya ini mengambil nama dari sebuah Bukit di jantung Kalimantan, yaitu Bukit Raya yang terletak di kabupaten Katingan Kalimantan Tengah dan sebagian di daerah kecamatan Serawai di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.
Menurut legenda dikalangan kelompok suku Dayak Uut Danum, dulunya Bukit ini adalah Bukit yang tertinggi di dunia.
Pada waktu itu saking tingginya Bukit ini sehingga puncaknya sampai ke langit, dijadikan tangga oleh dua orang mahluk pemakan manusia untuk naik turun ke dunia. Sehingga manusia semakin banyak yang di mangsa oleh mereka.
Seekor Atang Kahkam atau burung garuda raksasa kasihan melihat ‘anak danum kollunon’ (umat manusia) tidak berdaya dijadikan mangsa oleh dua mahluk langit ini.