Hanya ada satu hal yang Otong kurang paham pada ruangan ini, yaitu lampunya sangat temaram. Dia yang terbiasa dengan lampu rumah yang terang benderang di rumah mereka, menjadi heran mengapa ruangan sebesar ini hanya ada satu lampu saja yang menyala, yaitu di tempat kedua orang itu yang sedang berbicara.
“Duduk dulu, ya. Bapak lagi ada pasien,” desisnya perlahan nyaris tak terdengar. “Sehabis ini nanti, langsung giliran kalian.”
“Terim kasih Bu,” sahut Otong sambil membungkukan tubuhnya menghormati wanita tua yang sangat ramah itu.
Ketiganya menunggu pasien itu selesai di urus dan Otong berbisik mengingat anaknya agar jangan membuat gaduh, karena dia merasa sekali jika rumahnya ini penuh dengan tata krama adat Jawa yang sudah sangat terkenal tinggi itu.
“Sejak kapan uang kalian sering hilang?” tanya orangtua itu, terdengar oleh Otong dan isterinya.
Karena di dalam ruangan itu sangat sepi, sehingga sekecil apa pun suara yang terucap, maka akan terdengar jelas sampai ke sisi ruangan lainnya.
“Sejak suami saya membeli sebuah batu delima Pak,” jawab pasien itu yang sepertinya suara seorang wanita.
Dari belakang tadi tidak terlihat jelas jenis kelaminnya, selain karena cahaya lampu sangat temaram, juga karena dia berambut pendek seperti laki-laki.
“Baik, Bu. Saya periksa sebentar,” gumam orangtua itu sambil terlihat memejamkan matanya.
Setelah beberapa saat kemudian dia terlihat menggerakan tangannya beberapa kali ke udara seperti orang yang sedang mendorong sesuatu keluar.
“Sudah, Bu. Batu delima itu ternyata telah di sisi oleh seseorang dengan mahluk gaib yang bisa mencuri uang. Pasti karena dia melihat kalian orang berduit, maka dia memanfaatkan mahluk gaib yang dia masukan ke dalam batu delima itu untuk mencuri uang kalian. Tetapi tadi sudah saya bersihkan dan mulai sekarang aman.”
“Terima kasih, Bapak. Berapa saya harus membayar Bapak?”
“Saya tidak punya tarif, Bu. Bayar saja sesuai kerelaan dan kemampuan Ibu,” sahutnya.
Terlihat dari arah beklakang wanita itu mengambil dompetnya dan menyerahkan sejumlah uang.
“Terima kasih Bu,” terdengar orangtua itu berkata sambil tangannya menyambut sejumlah uang yang diserahkan oleh wanita itu.
“Saya juga terima kasih, Pak.”
“Jika masih ada hal-hal lain yang menganggu, ibu telpon saja. Saya bisa bersihkan dari jarak jauh,” pesan orangtua itu.
“Baik Pak,” sahut wanita itu. “Saya mohon diri dulu.”
“Silakan Ibu.”
Orang yang sudah konsultasi itu pun lalu pulang dan dia melemparkan senyum kepada mereka bertiga ketika melewati mereka. Otong dan istrinya membalas senyuman itu dengan tak kurang ramahnya.
Orangtua yang duduk dibalik meja di ujung dalam ruangan itu lalu memandang mereka bertiga sambil tersenyum.