Satu Hati Dua Cinta

Yovinus
Chapter #130

130-Buang Hajat Dilihat Orang

 

“Ke arah sini, Dek,” kata kakak iparnya itu sambil membawa Bavik ke arah rumah bagian belakang.

“Kami belum ada WC, maklum rumahnya baru jadi. Di situ saja pipisnya,” bisiknya kepada Bavik sambil menunjukan sebuah tempat di sudut rumah dekat tempat memasak.

“Kita kencing di sini kalau keadaan kepepet saja, kita biasanya keluar ke parit di sana itu.”

Bavik agak terkejut juga melihat keadaan rumah mereka berdua, sungguh dia merasa kasihan melihat kondisi hidup mereka yang serba sederhana. Karena selain sepertinya bahan bangunannya semuanya sederhana, juga rumah ini masih berlantai tanah dan lantainya tidak di semen.

Sementara itu Otong dan anaknya asyik berbincang-bincang dengan adik iparnya itu sambil menunggu Bavik buang air kecil di belakang. Mereka saling cerita tentang keadaan kehidupan di pulau Jawa dan juga di pulau Kalimantan.

Adik iparnya menceritakan jika sekolahnya untuk menjadi pastor itu gagal, karena sewaktu praktek lapangan dia justru jatuh cinta pada isterinya ini. Lalu dia keluar dari calon pastor dan mereka menikah dan sekarang tinggal di kota Batu ini.

Isterinya bekerja sebagai tukang cuci di beberapa rumah orang kaya dan dirinya sendiri bekerja diperkebunan milik orang lain.

Tetapi keduanya nekat punya sebuah rumah sendiri, sehingga penghasilan mereka disisihkan semampu mereka, sehingga akhirnya keduanya mampu membangun rumah sederhana ini, meskipun rangkanya dari bambu.

Sambil berbicara Otong memperhatikan keadaan rumah mereka, dindingnya dari batako yang di plester dengan semen dan tiang rumah serta banyak bahan bangunannya yang terbuat dari belahan batang bambu.

Sepertinya rumah ini baru selesai di bangun oleh adik iparnya ini, hal itu tampak dari semennya yang masih baru dan belum di cat.

“Susah cari kayu di sini ya, Dek?” kata Otong sambil terus memperhatikan belahan bambu yang menjadi tiang dan bagian utama rumah itu. “Sampai tiangnya pun adik menggunakan bambu seperti itu.”

“Eh, jangan di anggap enteng, Bang. Itu bahan yang cukup kuat di sini,” jelas adik iparnya yang baru sekarang Otong ingat jika namanya adalah Mokallap.

“Tapi rasanya kita yang sudah terbiasa memakai kayu keras seperti kayu ulin yang sangat kuat itu, rasanya tidak percaya kalau menggunakan bambu seperti itu sebagai tiang rumah dan juga penahan atap genteng itu bisa kuat dan tahan lama,” kata Otong prihatin.

“Soalnya mencari bahan bangunan yang dari kayu di sini itu sangat susah, kalau pun ada barangnya maka harganya sangatlah mahal. Apa lagi kalua kayu ulin itu, di sini susah mendapatkannya,” jelas Mokallap adik iparnya itu.

Otong terbayang kondisi mereka jauh di pulau Kalimantan sana dengan hutan-hutannya yang lebat dan penuh kayu besar yang rata-rata tingginya mencapai enam puluh meter.

Di Kalimantan mereka menggunakan kayu-kayu kelas satu seperti kayu ulin yang tahan sampai ribuan tahun untuk kondisi basah-kering, sementara kayu kelas dua seperti Bengkirai dan Keladan juga bisa mencapai usia pemakaian sampai ribuan tahun dengan syarat tidak selalu basah-kering.

Tak terasa malam pun sudah tiba dan rumah mereka agak temaram karena listriknya masih nyantol dari tetangga sebelah dan mereka hanya di beri 50 watt saja.

Bavik keluar dari arah dapur bersama kakak iparnya dan langsung berjalan ke arah Otong . “Bang … Antar Adek buang air besar yok. Ke parit,” ajak Bavik sembari setengah berbisik.

“Lho, mengapa harus buang air besar ke parit?’ tanya Otong bingung. “Di sini sajalah, numpang WC di rumah adik Mokallap dan isterinya sini,” saran Otong tanpa tahu persoalannya.

“Kita belum ada WC, karena rumah ini belum selesai,” desah Mokallap adik iparnya.

“Oohh … maaf Dek. Abang tidak tahu,” kata Otong agak terkejut juga. Padahal WC itu adalah hal utama jika membangun sebuah rumah, karena tidak ada manusia yang tidak buang air kecil dan air besar.

“Kami biasa buang air besar di parit saja. Banyak kok orang di sini buang air besar di parit, karena letak perumahan kita ini dipinggiran kota. Ada sih WC-WC umum yang disiapkan oleh pemerintah, tapi sering tak ada airnya dan juga tak terawat,” jelas adik iparnya.

Lihat selengkapnya