“Yok poh Avi’. Punan kai tollu’ bulli’ bosahkang tahkan Blitar nai. Mba’ bohtou oko’ jo’ bahkasch atuh (Ya Nduk. Kami baru pulang dari Blitar, berobat dengan ipar laki-laki itu),” kata Otong menjelaskan. “Ico’ pollama’ ihkai aang Blitar nai dih (satu bulan kami tiga berada di Bliter).”
Otong mengatakan jika mereka baru saja datang ke rumah ini, sebenarnya mereka betiga baru saja pulang berobat dari Blitar di tempat saudarinya Bapak tempat di kost itu. Otong mengatakan jika mereka di Blitar itu tinggal selama satu bulan penuh.
“Iiiii … janaah aah noh kemi’ jo’ hocok mi’ ka’ juoi booi kollahtuh veh,” katanya sambil menyalami Otong dan anak isterinya.
Anak itu mengatakan; enaklah kalian bertiga karena sempat jalan-jalan ke luar daerah seperti itu. Setelah itu anak gadis itu lalu segera masuk lagi ke dalam. “Ku’ nyollong vah, honong aro’ gavik aang luvang nai, (Aku masuk dulu ya, masih ada kerjuaan di dalam)” katanya mengatakan sambil permisi masuk dulu karena masih ada kerjaannya yang belum selesai di dalam.
“Bahasanya lucu ya? Saya baru mendengarnya seumur hidup saya,’ kata Ibu tuan rumah itu mengomentari percakapan mereka itu. “Jadi Bahasa Dayak itu begitu ya?”
“Sebenarnya bukan juga begitu sih tepatnya,” kata Sangen. “Di Kalimantan itu ada 7 kelompok besar suku dan Bahasa Dayak, dengan 403 sub sukunya dari 7 kelompok besar itu. Sekitar 70% Bahasa Dayak itu mirip satu sama lainnya, yaitu satu kekerabatan dengan Bahasa Melayu, hanya saja memang ada beberapa dialek tersendiri di antara Bahasa-bahasa itu.”
“Ooh, begitu. Jadi bahasanya Bapak tadi itu termasuk yang mana?”
“Kalau kami termasuk yang tiga puluh persen sisanya itu, Bu.”
“Oohh. Jadi apa bedanya itu, Bapak?”
“Seperti saya bilang tadi, 70% Bahasa Dayak itu satu kekerabatan dengan Bahasa Melayu, hanya berbeda dialeknya saja. Contohnya untuk mengatakan makan dan berjalan, Bahasa Melayunya juga makan dan berjalan seperti Bahasa Indonesia. Karena memang Bahasa Indonesia itu berasal dari Bahasa Melayu.
“Nah, semua Bahasa Dayak yang satu kekerabatan dengan Bahasa Melayu itu, mengatakan makan dan berjalan itu juga nyaris sama. Hanya dialeknya saja yang berbeda, karena ada Bahasa Dayak yang mengatakan sama persis seperti Bahasa Melayu yaitu makan dan berjalan, namun ada juga yang mengatakan makai dan bajalai.
Lalu ada juga yang mengatakan makatn dan bajalatn. Tetapi kata dasarnya tetap sama, yaitu makan dan berjalan. Hanya berbeda di awal dan ujung katanya saja tetapi secara linguistik hal ini bisa ditelusuri bahwa itu satu sumber Bahasa dan hubungannya sangat dekat dengan bahasa Melayu.”
“Ooh, jadi sebenarnya bahasa-bahasa Dayak itu seperti Bahasa Indonesia ya?’
“Untuk yang 70% nya itu, iya Bu.”
“Lalu yang sisanya itu?”
“Itu pada kelompok suku kami dan beberapa kelompok suku dan bahasa Dayak di Kalimantan Timur.”
“Kok Kalteng, Kalsel dan kaltara tidak dimasukan, Bapak?’ tanya Ibu itu.
Ternyata dia memiliki literasi yang lumyana juga, karena dia ingat jika tiga provinsi itu belum disebut oleh Sangen. “Karena kelompok kami itu rata-rata domisilinya di Kalteng, meskipun masih ada juga sebarannya di Kalbar, Kaltim, Kalsel dan Kaltara. Sementara di Kalsel itu mayoritas suku Banjar, yang merupakan perpaduan antara suku Melayu dan Suku Jawa.”