Keadaan ekonomi Otong dan keluarganya sekarang boleh dikatakan kembang kempis sudah, karena setelah dua kali mengikuti seleksi masuk lembaga penyelenggara Pemilu itu maka keuangan mereka boleh dikatakan benar-benar menipis.
Uangnya digunakan untuk biaya transportasi, konsumsi, akomodasi dan komunikasi selama dua kali tes itu, selain itu juga untuk keperluan anak dan isterinya yang di berdomisili di kota kabupaten jauh dari kota gubernuran tempat Otong menjalani seleksi.
Sore itu sekitar pukul empat Otong dan Bavik sedang duduk berbincang di ruang dapur mereka, memikirkan langkah ke depannya bagaimana agar dapur keluarga mereka bisa tetap ngepul.
Sambil minum teh, keduanya berbincang memikirkan bagaimana mereka masih bisa menyekolahkan anak-anak mereka dan juga akan agar kebutuhan gizi mereka bisa terpenuhi seperti anak-anak normal lainnya.
Sementara sekarang ini keuangan mereka memang hampir berada pada titik nol, sehingga mereka harus segera memikirkan langkah-langkah antisipatif ke depannya agar mereka tidak mengalami kesulitan keuangan.
Tiba-tiba Busing, anak gadis mereka datang ke dapur dan berbisik, “ada kakek datang.”
Otong dan Bavik terkejut, karena yang disebut oleh anak gadis mereka itu pastilah ayahnya Otong , karena ayah Bavik sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.
Sementara hal ini sungguh mengejutkan, karena sampai anak-anak Otong sudah pada besar semuanya begini, ayahnya sama sekali tidak pernah mengunjungi mereka. Ini karena kemarahannya pada Otong yang tidak membatunya membelikan dia sebuah speed boat yang dimintanya di awal pernikahan Otong dan Bavik dulu.
Dia sama sekali tidak mau tahu akan keterangan Otong yang mengatakan jika waktu itu dia belum mampu membantu, karena uangnya waktu itu masih diprioritaskan untuk biaya Otong menikah.
Sementara ayahnya tetap ngotot jika orang yang kerja diperusahaan itu uangnya sangatlah banyak, padahal bukan begitu juga sebenarnya. Hal itu tergantung posisi jabatannya dan juga etnis yang bekerja. Karena mereka itukan kebanyakan perusahaan keluarga, jadi jelas keluarga merekalah yang diprioroitaskan terlebih dahulu.
Otong dan Bavik segera keluar dan mendapatkan ayahnya sedang berdiri di tanah sambil berbincang dengan seseorang di halaman rumah mereka.
“Masuklah ke dalam Yah,” sapa Otong ketika melihat ayahnya.
Ayahnya berjalan ke arahnya dan berbisik, “bayarkan Ayah
ojek saya dulu.”
“Oohh,” sahut Otong agak terkejut. Karena kalau sampai ayah mengojek begini, maka pastilah biayanya sangat mahal, bisa berpuluh-puluh kali lipat dari biaya naik kendaraan umum. Dia dan Bavik saling paling pandang dan keduanya sama sama maklum.
“Ayah masuk dulu, nanti saya bayar,” kata Otong sambil melirik Bavik.
Isterinya hanya memberi kode menganggukan kepalanya, itu pertanda dia setuju apa yang akan dilakukan Otong .
Karena saat ini kondisi keuangan mereka sama sekali hampir kosong, maka Otong berpikir untuk meminjam dengan adik iparnya yang mungkin sudah pulang kerja dan rumahnya di sebelah darat rumah mereka.