Saat itu Otong sedang ada urusan ke kota provinsi, sehingga di rumah mereka hanya tinggal anak dan isterinya saja bersama kakek mereka atau ayah Otong. Anak-anak Otong ini sangat jengkel dengan kakek mereka, karena ceritanya hanya memuji-muji adik-adik ayah mereka dan selalu mengatakan jika ayah mereka itu jelek dan bodoh.
Ayah mereka jelek, hanya adik-adik ayah merekalah yang pada tampan. Ayah mereka juga bodoh, tidak lincah seperti saudara-saudarinya yang lainnya yang pandai cari uang sehingga semuanya mampu membeli mobil.
“Kek, ayah kami itu anak siapa, sih?” tanya mereka ketika kakek sedang menceritakan kejelekan dan kebodohan ayah mereka.
Ayah Otong terdiam dari kesyikan berceritanya, sepertinya dia tahu arah pertanyaan para cucunya itu. “Kalau ayah kami memang jelek, berarti kakek jauh lebih jelek lagi, karena ayah kami kan anaknya kakek,” tukas mereka serentak, sehingga membuat kakek mereka terdiam.
Padahal ayah mereka sudah mendidik mereka untuk menjadi orang yang selalu berbuat baik dan jujur dalam hidup ini.
Sementara para paman mereka itu mendengar dari cerita kakeknya, mereka itu banyak menangani proyek pemerintah dan juga sering diam-diam menjadi tim sukses orang yang nyaleg atau pun yang maju sebagai calon kepala daerah.
Anak-anak Otong sering mendengar ayah dan ibu mereka bercerita jika orang-orang yang menjadi tim sukses itu tidak semuanya berbuat jujur, karena tidak semua uangnya mereka serahkan kepada para konstituen, tetapi sebagian mereka gunakan untuk diri sendiri sehingga akhirnya mereka mampu membeli mobil.
Begitu juga yang mengerjakan proyek pemerintah, lebih banyak yang mereka ambil dibandingkan digunakan untuk membangun. Sementara ayah mereka selalu menekankan bahwa hidup itu tidak boleh begitu, karena apapun alasannya itu adalah korupsi.
Sehingga kelakuan kakek mereka yang selalu mengatakan ayah mereka jelek dan bodoh, membuat mereka sangat dendam dengan kakek mereka ini.
Apa lagi jika kakek mereka menceritakan dirinya dulu sering membelikan para sepupu mereka yang merupakan anak dari para paman dan bibi mereka itu sepeda sampai kalung emas dan mengongkosi mereka sekolah seperti membayar SPP dan membeli kebutuhan sekolah mereka.
Sementara mereka sendiri tidak pernah sekalipun dibantu oleh kakek mereka ini, jangankan di belikan sepeda dan kalung emas, diberi uang jajan saja tidak pernah.
Sehingga akhirnya hal-hal ini membuat anak-anak Otong sangat tidak suka dengan kakek mereka, karena dia pilih kasih terhadap anak-anaknya sendiri tetapi dia sama sekali tidak tahu diri.
Kakek mereka juga sering kalau mencuci pakaiannya, maka sewaktu dia menjemur milik dirinya, maka dia akan menggeser pakaian mereka yang baru saja di jemur oleh Mama mereka ke arah samping dan dibiarkan tetap begulung, sementara di bekas tempatnya tadi dia gunakan untuk menjemur pakaiannya sendiri.
Hal ini diperburuk lagi dengan sikap kakek mereka ini terhadap Mama mereka dan diri mereka sendiri. Mama mereka sering di sindir oleh kakek mereka dengan mengatakan bahwa para istri para paman mereka itu hebat, rajin, baik dengan dia, mau membelikannya makanan enak dan barang-barang mewah dan segala macamnya.
Terkadang juga mereka melihat bagaimana kakek mereka memperlakukan Mama mereka dan menyalahkannya terhadap cara masak nasi dan sayuran, cara mencuci dan mengurus rumah.