“Oh, Mama istirahat saja dulu. Jangan banyak bergerak, apalagi bicara,” saran Otong lembut.
“Ndak apa-apa,” ujar ibu mertuanya sambil tersenyum tipis. “Sekarang saya sudah mulai enakan, kok.”
Pada saat itu semua mata memandang ke arah ibu mertuanya ini dan Bavik serta adik-adiknya segera menuju ke tepi ranjang dan ada yang mengurut kaki dan tangan Mama mereka serta ada juga yang mencoba menyuapinya dengan bubur yang dibuat oleh mereka sendiri.
Abang laki-laki Bavik, sebagai anak tertua, memilih diam. Ia hanya duduk di sisi ranjang, mengurut perlahan kaki dan tangan mamanya. Tatapannya redup, menahan rasa sedih yang dalam.
Melihat mamanya terbaring lemah seperti itu, hatinya terasa perih, namun ia berusaha tegar demi memberi kekuatan pada keluarganya.
Abang ipar laki-laki Otong ini dikenal pendiam, jarang berbicara dan tak suka banyak cingcong. Ia lebih memilih bekerja dalam diam, membiarkan tindakannya berbicara.
Hampir setiap saat, ia yang mengurus mama mereka. Kedekatannya dengan sang ibu membuatnya tak pernah mengeluh, seolah merawat adalah bagian alami dari hidupnya.
Tak lama kemudian, Otong dan Bavik berpamitan untuk pulang lebih dulu. Di rumah, tak ada seorang pun yang mengurus, sementara pekerjaan rumah tangga menunggu.
Sejak pagi, anak-anak mereka sudah berangkat ke sekolah, membuat rumah terasa lengang. Hanya suara angin yang sesekali terdengar di sela-sela dinding.
Sementara itu, anak sulung yang sempat pulang saat liburan kini telah kembali ke ibu kota provinsi untuk melanjutkan kuliahnya. Masa liburan resmi berakhir, dan rutinitas harian kembali mengambil alih, membawa suasana rumah pada ritme tenang seperti sediakala.
“Duh, hati ini masih kepikiran Mama di rumah sakit,” gumam Otong sambil membuka pintu. “Tapi mau gimana, rumah juga perlu diurus.”
“Iya, nggak mungkin kita kelamaan di sana,” timpal Bavik, meletakkan tas di meja.
Begitu menatap ruang tamu, Bavik menghela napas panjang. “Aku heran, kenapa sih adik-adik ngizinin Mama berangkat nolong orang melahirkan? Bukannya tahu Mama sudah tua, capek ngurus cucu, masih juga disuruh begadang begitu.”
Ucapan itu keluar dengan nada setengah mengomel, tapi jelas terdengar kesal.