Satu Hati Dua Cinta

Yovinus
Chapter #168

168-Abang Ipar Menyusul

 

“Tabah, ya Dek,” desah Sangen. “Semua orang pasti akan meninggal, hanya kapan, di mana dan bagaimana caranya saja yang kita tidak tahu,” hiburnya.

Hatinya trenyuh juga melihat keadaan isterinya. Dia sekarang sudah kehilangan kedua orangtuanya. Sehingga tiba-tiba saja rasa cinta Otong semakin dalam pada isterinya.

Aku sangat mencintaimu sayangku, gumam Otong dalam hatinya.

Otong dari awal sudah merasa jika ibu mertuanya tidak akan selamat, tetapi hanya di simpan di dalam hatinya saja. Hal ini karena dia melihat ibu mertuanya sama sekali tidak mau makan dan selalu mengatakan kepalanya pusing.

Rupanya sebelum ibu mertuanya meninggal itu, anaknya yang berada di kota lain itu sudah datang bersama suami dan anak-anaknya. Mereka sempat berdoa bersama para saudarinya untuk keselamatan jiwa Mama mereka.

Mama mereka juga sempat menerima sakramen untuk orang sakit dan dia juga sempat bertobat dengan di pandu oleh Pastor Paroki, sebelum dia menghembuskan nafas terakhirnya.

Seluruh keluarga mereka yang berada di kota lain, dikhabarkan via pesan WA akan kepergian ibu mertua Otong untuk selamanya itu. Mereka meminta penguburannya di tunda tiga hari lagi karena semua mereka mau datang.

Sementara jenazah ibu mertua Otong dimandikan dengan penuh hormat, para kerabat menyiapkan segala sesuatunya untuk upacara terakhir. Setelah itu, jenazah ditempatkan ke dalam peti mati yang telah disiapkan, sebuah peti yang biayanya sepenuhnya ditanggung oleh seorang pedagang kaya di pasar.

Kedermawanannya itu meringankan beban keluarga di tengah duka, sekaligus menjadi bentuk penghormatan kepada almarhumah yang semasa hidupnya dikenal ramah dan baik hati oleh banyak orang.

Suasana haru tercampur rasa syukur, karena bantuan itu datang di saat yang paling dibutuhkan keluarga.Sementara biaya rumah sakitnya digratiskan oleh dokter Bijaksono, sehingga mereka nyaris tidak ada mengeluarkan biaya selain untuk makan dan minum saja.

Memang semasa hidupnya, kedua orang mertua Otong ini terkenal baik hati dan ringan tangan, sehingga ketika mereka meninggal banyak sekali orang yang datang melayat.

Pada malam kedua, mendadak abang tertua mereka jatuh sakit dan harus segera dilarikan ke rumah sakit akibat sesak napas.

Sialnya, kamar yang tersedia untuk rawat inap justru kamar yang sama dengan tempat almarhumah Mama mereka dirawat kemarin. Kebetulan pahit itu terjadi karena memang hanya kamar itulah yang sedang kosong.

Otong masuk ke kamar dan mencoba menenangkannya.

“Kamu jangan terlalu larut dalam kesedihan. Kamu harus kuat, harus sembuh,” ucap Sangen dengan nada lembut.

“Mama sudah tiada, sekarang tugasmu menjaga adik-adik,” tambah Otong, berusaha menyuntikkan semangat di tengah duka yang masih pekat.

Lihat selengkapnya