Satu Hati Dua Cinta

Yovinus
Chapter #173

173-Sayurku Tidak Ada Dagingnya

 

Otong melirik wajah isteri dan anak-anaknya. Ia melihat kesedihan jelas tergambar di wajah sang isteri, sementara anak-anaknya tampak geram, bibir terkatup rapat, tangan mengepal penuh emosi.

Hatinya perih menyaksikan itu semua. Ia hanya bisa menarik napas dalam, berusaha menenangkan mereka tanpa kata, meski dirinya sendiri juga gundah.

Otong hanya bisa tersenyum sambil menggelengkan kepala, seolah memberi isyarat halus agar anak-anaknya tidak terbawa emosi. Ia ingin mereka belajar menahan amarah, sebab hidup bukan hanya soal siapa yang benar, melainkan bagaimana bersikap bijak.

Sabar, begitu pesan yang hendak ia tanamkan. Melihat isyarat itu, anak-anaknya pun akhirnya terdiam, meski dalam hati masih terasa bara kecil, namun mereka mencoba meniru ketenangan ayahnya.

Sambil memperhatikan ayahnya menangis sesungukan seperti anak kecil itu, Otong sengaja mengarahkan selfie kamera ponselnya ke seluruh makanan yang berada di atas meja itu agar adiknya melihatnya.

“Makanlah, Ayah. Itu banyak sayur daging tuh kulihat,” suara adiknya terdengar jelas dari speaker ponsel.

Nada suaranya penuh perhatian, seakan ingin memastikan ayah mereka tidak melewatkan hidangan yang telah disiapkan dengan kasih sayang. Meski hanya lewat sambungan jarak jauh, kehangatan itu terasa nyata.

Ayahnya tersenyum tipis, matanya berbinar, seakan mendapat semangat baru hanya karena sapaan sederhana namun penuh cinta dari sang anak.

Setelah merasa cukup lama pembicaraan, Otong menanyakan ayahnya apakah masih bicaranya? Kalau sudah aku matikan ponselnya, kata Otong.

Ayahnya hanya mengangguk pelan sebagai tanda setuju. Otong lalu mendekatkan ponsel ke mulutnya dan berkata lembut, “Kami mau makan dulu, Dek.”

Suaranya terdengar hangat sekaligus menenangkan. Di seberang, adiknya pun terdiam sebentar, lalu mengucap salam penuh kasih. Suasana makan pun menjadi lebih tenteram.

“Oohh, silakan,” kata adiknya dan Otong pun lalu mematikan ponselnya. “Mari kita makan,” ajaknya.

“Punyaku diantar di kamar tidur ku saja,” kata ayahnya langsung berdiri dan berjalan perlahan menuju ke arah kamarnya. Matanya sembab karena barusan menangis dan itu memang benar menangis.

Otong segera membawa nasi dan sayur-mayur ke kamar tidur ayahnya. Ia tidak lupa melengkapinya dengan sendok, garpu, air untuk cuci tangan, serbet, serta segelas air minum.

Lihat selengkapnya