Satu Hati Dua Cinta

Yovinus
Chapter #175

175-Yang Penting Ayah Happy

175-Yang Penting Ayah Happy

 

Otong merasa heran, mengapa tidak satu pun dari saudara-saudaranya bersedia menampung ayah mereka. Bahkan adiknya, Muladi, juga menolak untuk tinggal bersama orang tua itu.

Alhasil, sang ayah akhirnya berdiam di rumah Otong yang wajahnya jauh dari tampan dan kehidupannya hanya sekadar pas-pasan.

Dalam hati, Otong menduga bahwa penolakan itu mungkin saja berasal dari sikap para istri saudaranya, meski ia memilih diam dan tidak berani mengungkapkan dugaannya tersebut.

Di balik wajah lelahnya, Otong sebenarnya merasa bahagia dapat menampung dan merawat ayahnya. Ada rasa syukur yang mendalam, karena dengan begitu ia masih diberi kesempatan untuk berbakti, meski hanya sebatas menjaga orang tua di masa tuanya.

Ia sadar, tak semua anak mendapatkan peluang serupa, sehingga hal ini menjadi penghiburan baginya agar tidak merasa terlalu berdosa. Mungkin benar, ayahnya sendiri tidak begitu betah tinggal bersama dirinya yang hidup serba sederhana.

Namun bagi Otong, sekadar bisa memastikan ayahnya masih terurus, masih ada tempat untuk bernaung, sudah cukup membuat hatinya merasa lega. Ia ingin percaya bahwa perhatian kecil itu bisa menjadi doa hidupnya, agar kelak tidak menyesal ketika semuanya sudah terlambat.

Namun demi melihat senyum ayahnya yang selalu rindu bertemu anak-anak yang ia banggakan, Otong tidak keberatan mengantarnya. Baginya, kebahagiaan sang ayah jauh lebih penting daripada rasa lelah yang harus ia tanggung. Selama hati ayahnya gembira, semua pengorbanan terasa layak dijalani.

“Kapan Ayah ingin diantar?” tanya Otong dengan nada hati-hati.

“Hari ini juga,” jawab ayahnya singkat.

Otong sempat terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. “Baiklah, Ayah. Aku siap mengantar, tapi mohon tunggu sebentar. Aku harus membersihkan air kolam lele dumbo lebih dulu. Kalau tidak segera diganti, bisa-bisa mereka mati. Setelah itu selesai, barulah kita berangkat dengan tenang tanpa ada yang tertinggal.”

“Jangan terlalu lama, Nak,” ucap ayahnya lirih, suaranya bergetar seakan menyimpan cemas.

Otong menatap wajah renta itu dengan penuh sayang. “Tenang saja, Yah. Aku tidak akan lama. Hanya sebentar saja,” jawabnya lembut.

Lihat selengkapnya