Idealnya seorang anak yang berbakti yang seharusnya mengurus masak-memasak dan membersihkan rumah serta mencuci piring untuk keduanya, tetapi ini sama sekali tidak dilakukan oleh anaknya.
Otong mengerjakan semuanya tanpa banyak mengeluh. Dalam hatinya ia yakin, setiap orang pasti diberi beban hidup masing-masing.
Mungkin inilah salib yang dipercayakan Tuhan kepadanya, salib yang harus ia pikul dengan tabah. Bukan untuk melemahkan, melainkan untuk menguatkan dirinya dan keluarganya agar tetap berdiri tegar menghadapi hidup.
Sambil menjalankan rutinitasnya yang sama sekali tidak mengenakan dan membosankan itu, Otong selalu berdoa kepada Tuhan agar anaknya cepat sadar, mengerjakan skripsinya dengan lebih serius dan segera bisa dewasa secara mental.
Walaupun perubahan itu tampak kecil dan berlangsung begitu lamban dari hari ke hari, Otong tetap menaruh harapan besar.
Ia percaya kesabaran tidak pernah sia-sia. Dengan keyakinan yang kokoh, ia menunggu saat di mana anaknya benar-benar menyadari kesalahannya dan bangkit menjadi pribadi yang lebih bijak serta bertanggung jawab.
Bagi setiap orang tua, kebahagiaan terbesar bukanlah harta yang melimpah atau jabatan yang tinggi, melainkan menyaksikan anak-anaknya tumbuh menjadi pribadi yang berhasil.
Keberhasilan itu bukan hanya diukur dari prestasi duniawi, tetapi juga dari sikap hormat mereka kepada orang tua, kepedulian pada bangsa, dan kesetiaan pada nilai-nilai agama. Lebih dari itu, ketaatan mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah puncak kebahagiaan yang tiada tara.
Sebab saat anak-anak berjalan di jalan kebenaran, hati orang tua merasa lega: perjuangan, doa, dan pengorbanan mereka tidak sia-sia.Karena kehidupan ini tidak ada hanya untuk di dunia ini saja, tetapi juga nantinya kehidupan kekal di akhirat yang abadi selamanya.
Siang itu anaknya sedang pergi ke kampus, untuk melengkapi semua persyaratan ujian akhir sarjananya.
Meskipun langkah anaknya terseok-seok dalam mengurus skripsinya karena keengganannya, tetapi itu pada akhirnya adalah langkah terakhir persiapan anaknya menuju ujian akhir, dari semua langkah yang selama ini dilakukan dengan super perlahan.
Seminar proposal sudah dilakukan hampir empat tahun yang lalu, setelah itu barulah dilaksanakan seminar outlinenya. Setelah seminar outlinenya di terima, maka seminar bab I sampai bab III pun sudah dilewatinya.
Kemudian yang kemarin itu adalah ujian tertutup, yang sebenarnya lebih pada pemeriksaan kesiapan untuk ujian akhir atau ujian terbuka.
Sehingga diberikan beberapa rekomendasi perbaikan agar sewaktu ujian akhir nantinya bisa berjalan mulus dan tidak memalukan karena ditonton dan open untuk public kampus.
Otong masih teringat kejadian pagi tadi. Ia sudah tujuh kali mengetuk pintu kamar sambil memanggil anaknya, berharap ada jawaban yang lembut. Namun yang terdengar justru bentakan keras dari dalam, “Apa lagiii?”
Suara itu menusuk hati seorang ayah, membuatnya terdiam dan hanya bisa menarik napas panjang menahan perih.