Satu Hati Dua Cinta

Yovinus
Chapter #187

187-Pembayaran Hutang

 

Hari itu, Otong bersama Muladi dan istrinya berkeliling kota dengan mobil Muladi untuk melunasi seluruh hutang terkait pengurusan kematian ayah Otong dan adik-adiknya.

Jumlah yang mereka bayarkan mencapai ratusan jutaan rupiah lebih, yang rasanya agak tidak masuk akal. Kadang, justru dalam situasi terdesak seperti itu, muncul orang-orang tak bertanggung jawab yang tega memanfaatkan kesempitan demi keuntungan sendiri.

Hal seperti itu sebenarnya sudah lumrah terjadi di mana pun, di belahan dunia mana saja, dan dilakukan oleh penganut agama apa pun.

Padahal, tidak ada satu pun ajaran agama yang membenarkan perbuatan zalim seperti itu. Hanya saja, manusialah yang melakukannya, bahkan terkadang dengan dalih membawa nama agama yang mereka anut.

Utang yang harus mereka lunasi cukup banyak. Pertama, biaya visum et repertum di rumah sakit. Kedua, pembelian peti mati, karena kayu ulin maka harganya enam puluh juta rupiah. Ketiga, pembayaran ambulance, yang lumayan mahal. Keempat, utang di toko kelontong yang jumlahnya tidak logis.

Selain itu, masih ada biaya untuk upah penggalian tanah kuburan, jumlahnya hanya sekitar satu juta lebih untuk tiga orang penggali. Biaya penggalian ini sudah dibayar oleh Muladi bersama Musang pada hari itu juga.

Yang paling besar biayanya adalah hutang untuk peti mati. Jauh sebelum wafat, ayah mereka sudah berpesan agar petinya dibuat dari kayu ulin. Harganya sangat tinggi, bahkan setara dengan membeli sebuah mobil bekas.

Selain karena kualitas kayu ulin yang memang kuat dan tahan lama, ketersediaannya kini juga semakin langka. Proses mendapatkannya pun membutuhkan biaya besar, bukan hanya untuk menebang, tetapi juga untuk mengangkut kayu dari dalam hutan.

Lalu yang kedua adalah hutang di toko kelontong yang totalnya bisa membeli sebuah sepeda motor bekas. Sedangkan biaya visum bisa membeli sebuah ponsel Android merek Samsung dengan spesifikasi tahan air dan debu dengan chipset Qualcomm SM7125 Snapdragon 720G dengan proses produksi 8 nm.

Sementara itu, biaya ambulance yang harus mereka bayar nilainya bikin geleng-geleng kepala. Bayangkan saja, dengan uang segitu mereka sebenarnya bisa mentraktir sembilan orang kawan di rumah makan Padang, bebas pesan apa saja sampai meja penuh kayak gunung berapi mini.

Pulangnya? Jangan ditanya. Saking kenyang plus kebanyakan cabai hijau dari sayurnya, dijamin rombongan langsung lari terbirit-birit berebut WC, kayak lomba maraton tingkat RT.

Otong dan Muladi bersama istrinya naik Fortuner 4x4 untuk melunasi semua utang. Mereka tak mau masalah ini berlarut, sebab amat memalukan bila urusan kematian saja tak terbayar. Cepat atau lambat, hal semacam itu pasti jadi bahan omongan orang dan akhirnya konsumsi publik.

Utang peti kayu mati di tanggung oleh Otong, Musang dan Marniwati dengan pembagian semampunya sehingga Otong menanggung sebagian besar harganya. Untuk peti mati ini terus terang saja isteri Muladi tidak mau suaminya ikut terlibat dalam membayarnya.

Karena sewaktu ayahnya meninggal hanya menggunakan kayu biasa …

“Terus terang saja, Bang. Aku larang Muladi ikut membayarnya, karena sewaktu ayah kami meninggal dulu peti matinya hanya dari kayu biasa. Jadi aku merasa berdosa jika untuk mertua menggunakan kayu ulin. Aku rasanya sungguh tidak adil terhadap almarhum ayahku,” jelas isteri Muladi dari arah jok belakang.

Karena yang duduk di bagian depan itu adalah Muladi yang nyetir dan Otong di sebelah kirinya. Otong sudah menyuruh isteri Muladi untuk duduk di depan bersama suaminya, tetapi dia menolak dengan alasannya biar Otong dan Muladi mudah komunikasi.

“Ndak apa-apalah, Dek. Abang paham kok,” sahut Otong mengomentari alasanya isteri Muladi yang melarang suaminya ikut membayar harga peti mati itu.

Ketika membayar biaya ambulance yang sebelumnya sudah ditanggung oleh seorang kawan mereka yang ikut mengurusnya pada waktu itu, maka seluruhnya di tanggung oleh Otong.

Sementara sewaktu mereka membayar hutang di toko kelontong, itu seluruhnya ditanggung oleh Muladi dan Otong . Ketiganya saling pandang ketika melihat item yang diambil menurut catatan toko itu. Banyak hal yang membuat kepala geleng-geleng kepala tidak percaya, baik jumlahnya maupun item barang nya yang di ambil.

Ndak kah sebenarnya ini nutang mereka Musang sekeluarga?

Lihat selengkapnya