Sirine ambulans membelah setiap orang yang sedang mengerumini Gian dan Lyana. Hujan mengguyur jalanan yang licin saat tubuh Lyana terbujur di atas tandu. Darah mengalir dari pelipisnya dan juga di sela-sela kakinya, tubuhnya lemah dan tidak bergerak. Para medis dibantu dengan orang-orang bergotong royong untuk mengangkat tubuh Gian dan Lyana.
"Biarkan aku ikut!" Kata Naomi. Para medis itu menyetujui dengan cepat.
"Baiklah, cepat!"
Dalam perjalanan menuju rumah sakit, Gian yang setengah pingsan di dalam mobil ambulans berusaha membuka matanya. Rasa nyeri menyengat di seluruh tubuhnya, terutama di bagian rusuk, tempat di mana gipsnya belum dilepas sepenuhnya. Pandangannya kabur, namun begitu melihat Lyana tak sadarkan diri, Ia langsung panik.
“Lyana, Ly...” Gian meracau dengan suaranya tercekat oleh rasa sakit dan ketakutan.
"Gian, kamu jangan banyak bergerak dulu." Kata Naomi.
Tim medis bergerak cepat, dua orang paramedis segera memasang oksigen untuk Gian dan Lyana dalam ambulans tersebut. Tak menunggu lama, mereka tiba di Rumah Sakit Sakura dan Naomi tentunya tidak bisa ikut masuk ke ruang itu.
"Anda tunggu di luar dulu." Kata Suster tersebut sembari menutup pintu putih tersebut.
Naomi mengangguk, Ia menunggu di depan ruang IGD dengan hati yang gelisah hingga memutuskan untuk menelepon orang tua Gian. Gian dan Lyana berada di ruangan yang sama namun diberi sekat.
"Tante Bella, Gian kecelakaan."
"Baiklah, saya di rumah sakit sakura ruang IGD."
Telepon pun ditutup begitu saja oleh Naomi.
"Gian... semoga gak terjadi sesuatu padamu." Naomi mulai merasa cemas sembari menggigiti kuku jemarinya. Tentu yang Ia cemaskan hanya Gian saja, bukan Lyana.
Lampu-lampu ruang IGD menyilaukan sebuah operasi dilakukan oleh para tim medis hingga selesai berjam-jam. Setelah beberapa jam berlalu, seorang Dokter keluar dari ruang IGD tersebut.
“Keluarga pasien atas nama Lyana Firdauzia?”
"Bagaimana tentang keadaan Gian?"
"Saya harus menyampaikan tentang pasien bernama Lyana lebih dulu karena yang keadaannya fatal," dengan terpaksa, Naomi harus mendengarkan meski malas. Ia pun menyedekapkan tangannya di dada.
"Baiklah, apa yang terjadi padanya?"
"Pasien mengalami cedera otak ringan dan trauma fisik yang cukup parah. Syukurlah tidak ada pendarahan dalam. Tapi...”
“Tapi apa?”
“Dia koma," seketika Naomi melebarkan matanya.
“Dan, janin dalam kandungannya tidak bisa diselamatkan.” Semakin mendengar berita iitu, semakin membuatnya sedikit tersenyum.
'Ya baguslah kalau gitu, sekalian mati juga gak masalah karena aku tidak peduli itu. Dia adalah sainganku untuk mendapatkan hati Gian, jadi untuk apa aku menolongnya? Tapi tetap saja, untuk menjaga citra baikku, aku harus berpura-pura sedih.' Batin Naomi.
"Lalu bagaimana dengan Gian? Saya sangat mengkhawatirkannya, Dok,"
"Pasien atas nama Gian sudah selesai kami tangani, juga sekalian pengambilan pen di rusuknya sudah kamu selesaikan. Sebentar lagi dia akan dipindahkan ke ruang rawat," ekspresi Naomi langsung berubah senang.