Suasana kantor agensi mendadak sangat ramai akan orang-orang yang berdatangan untuk mendengar penjelasan langsung entah dari Gian atau dari pihak agensi. Di luar gedung, bahkan belasan wartawan sudah menunggu sejak pagi. Kamera, mikrofon, dan suara riuh pertanyaan bercampur menjadi satu, membuat para staf gelisah dan merasa tidak bebas setiap kali keluar masuk pintu.
Pak Panji, manajer yang selama ini selalu tenang, untuk pertama kalinya terlihat benar-benar marah. Wajahnya memerah, keringat menetes di pelipis, namun sorot matanya penuh ketegangan karena dihujani dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut.
“Siapa yang menyebarkan berita ini?” Bentaknya begitu masuk ke lobi.
“Kenapa bisa bocor ke media dengan mudah?”
Tak ada satu pun staf berani menjawab, semua hanya saling pandang, menunduk, atau pura-pura sibuk dengan ponsel masing-masing.
Seorang wartawan berani menerobos barikade keamanan, menyodorkan mikrofon ke arah Pak Panji.
“Pak, apakah benar Solois Gian pernah berhubungan dengan seorang gadis bernama Naomi? Benarkah anak yang dikandung gadis itu adalah anaknya Gian?”
Seketika, suara klik kamera menggema. Blitz menyilaukan mata. Pak Panji mendengus, mencoba menahan emosi.
“Jangan mencoba membuat berita yang belum tahu benar atau tidaknya. Apalagi jika tidak disertai dengan bukti yang kuat, maka jangan percaya kabar burung.”
“Jadi berita itu tidak benar ya?” Desak wartawan lain, maju beberapa langkah.
“Kita tunggu penjelasan Gian dulu, saya mau masuk ke kantor untuk bicara padanya.”
“Pak! Tunggu, Pak! Pak Panji!!” Teriak mereka bersahut-sahutan, tapi sang manajer buru-buru masuk ke dalam gedung, pintu kaca langsung ditutup rapat oleh satpam.
BRAK!
Pintu ruangan rapat terbanting keras, Gian masih duduk di kursi dengan wajah pucatnya. Tangannya menutupi sebagian wajah, keningnya diurut-urut seolah ingin mengusir pusing yang tak kunjung hilang.
“Bagaimana ini, Gian?” Suara Pak Panji meledak.
“Wartawan di mana-mana menanyakan hal yang sama. Mereka gak akan berhenti sebelum dapat jawaban.” Gian menunduk, napasnya berat.
“Aku... aku juga gak tahu harus jawab apa, Pak. Waktu itu aku dijebak,”
"Jadi benar kamu telah melakukannya degan Naomi? Dia hamil sekarang, bagaimana ini?"
Pak Panji menghela napas panjang, lalu berjalan mondar-mandir memikirkan solusi.