Satu Lagu, Dua Hati

Nurul Adiyanti
Chapter #38

Aku Benci Perpisahan!

Mobil taxi online malam itu sedikit berguncang karena jalan yang terjal, membawa pulang satu penumpang perempuan yang lelah setelah seharian beraktivitas. Lampu jalan berkelebatan menyilaukan matanya, sementara di dalam mobil tersebut, Lyana bersandar di dekat jendela, menatap kosong ke arah luar jendela. Pikirannya bukan pada gedung-gedung yang dilewati oleh mobil yang ditumpanginya, melainkan pada sesuatu yang jauh lebih berat, kata-kata dari Ibunya sendiri, Bu Ranti, yang masih terngiang kuat di telinganya.

Sehari sebelumnya, hidupnya baik-baik saja. Gian baru saja merilis lagu baru, performnya sukses, dan Lyana selalu ada di sisi laki-laki itu. Tapi kini, segalanya terasa seperti runtuh hanya karena satu nama, yaitu Naomi.

Flashback

Siang tadi, Naomi tiba-tiba muncul di depan kost Bu Ranti dan Lyana. Perutnya yang sudah membesa, terlihat jelas meski Ia berusaha menutupinya dengan dress longgar. Ekspresinya dibuat seteduh mungkin, seolah ingin memancing simpati siapa pun yang menatapnya.

“Tante, saya datang bukan untuk cari masalah,” ucap Naomi lirih, menundukkan kepalanya.

Bu Ranti terdiam di depan pintu. Meski hatinya curiga, rasa Iba lebih dulu menyusup.

“Ada apa, Nak?” Naomi langsung menggenggam kedua tangan Bu Ranti.

“Tolong jangan salah paham, saya hanya ingin anak saya lahir dengan layak. Tante pasti mengerti, kan? Lyana pernah berada di posisi saya. Ditinggalkan, terluka, sendirian, saya tidak mau bayi ini merasakan hal yang sama.” Mata Bu Ranti membesar.

“Jadi maksudmu?”

“Saya mohon, Tante. Buat Lyana menjauh dari Gian, dia Ayah dari anak saya. Kalau Lyana terus ada di sisi Gian, bagaimana nasib anak ini nanti? Anak tanpa ayah? Itu terlalu kejam, Tante,” Naomi pura-pura menahan tangis, membuat air matanya jatuh di sela kata-katanya.

Bu Ranti yang biasanya tegar, kali ini benar-benar terguncang. Ia tahu Lyana sangat mencintai Gian, tapi sebagai seorang Ibu, Ia juga paham rasa sakit menjadi wanita yang ditinggalkan, seperti yang dialami Lyana dulu ketika hamil anaknya Akbar meskipun berakhir dengan bayi itu meninggal. Naomi memang licik, tapi kalimatnya menusuk tepat di hati Bu Ranti.

“Baiklah, Nak,” suara Bu Ranti bergetar.

“Saya akan coba bicara dengan Lyana.”

Senyum tipis tersungging di bibir Naomi. Ia menunduk sopan, lalu berbalik meninggalkan rumah itu dengan langkah tenang, namun dalam hati, gadis itu bersorak.

'Satu rencana terlaksana, tinggal tunggu hasilnya saja.'

***

Malam itu, Lyana baru saja pulang dari menemani Gian latihan di studio. Tubuhnya lelah, tapi hatinya bahagia, begitu masuk ke rumah, Ia menemukan Ibunya duduk dengan wajah serius.

“Ly, duduk sebentar,” ucap Bu Ranti. Lyana mengerutkan kening.

Lihat selengkapnya