Satu Langit Dua Cerita (Kosakata Cinta di La Sorbonne)

Martha Z. ElKutuby
Chapter #10

Menembut Batas Hati

“Kak, aku lulus beasiswa LPDP. Tapi, aku sangat sedih.”

Suara Kayla memecahkan keheningan pagiku. Aku tak bisa melihatnya sedih apalagi menangis. Betapa hancurnya aku bila sampai airmatanya jatuh didepanku. Kali ini memang tak bisa ditahannya.

“Alhamdulillah! Kok sedih? Bukankah kamu menginginkan ini?”

“Ya. Aku sangat menginginkannya. Ini juga impianku sejak lama. Namun, aku tidak akan meninggal kakak begitu saja. Kita punya janji, Kak.”

Kayla sedikit kesal dan menahan tangis. Wajahnya sudah mulai merah. Pikirannya juga sudah tidak fokus seperti biasanya. Ada rasa bahagia bercampur kalut di otaknya. Isi otaknya sudah melayang kemana-mana.

Sejak kemarin, Kayla juga diliputi wajah yang kesal kepada Papanya. Papa Kayla sangat bahagia mendengar Kayla mendapatkan beasiswa ini untuk melanjutkan pendidikannya ke Sorbonne.

“Sudahlah! Kamu dengarkan kakak baik-baik. Meskipun kita tidak bersama. Tetap hati kita menjadi satu. Ikatkan kakak denganmu bersama doa rabithah dan salawatmu.”

“Kak, aku belum bisa berpisah begitu saja. Kakak juga sangat sedih, kan?”

“Kakak hari ini bahagia, Kay! Kamu lulus itu kakak bahagia.”

Aku sengaja menyembunyikan wajah sedihku. Memang rencana kami berbeda dengan rencana Tuhan. Aku menerima hal itu dengan sangat lapang dada. Aku mengalihkan pandangan kepada pohon-pohon rindang yang ada di depan rumahku.

Aku mencoba menelan dalam-dalam ludah pilu. Tetap menahan emosi sendu yang kusimpan sejak tadi. Mungkin ini jalanku. Harus melepaskan Kayla dan aku bisa hidup tanpa dia. Sejenak!

“Ya, hanya sebentar, Hanifa!” gumamku dalam hati.

Kayla terlihat bingung dengan wajahku yang tidak pernah berubah. Tangisnya pecah dan tak terelakkan. Kali ini menjadi hari paling luka dan sedih dihidupnya. Aku memeluknya dengan hangat. Tanpa disadari airmataku jatuh.

“Dik, kali ini kamu harus sukses. Jangan buat kakak kecewa dengan kesedihan kamu. Percayalah! Kakak janji akan menyusul kamu.”

Kayla semakin menangis. Baju dan kerudungku sudah basah dengan airmata beningnya. Dia memelukku erat. Sangat lama. Tiba-tiba handphoneku berdering.

Rudi memanggil....

***

“Kak, gimana proposalnya? Kita jadi kan berangkat bareng berlima?”

Suara Rudi diseberang sana terdengar penuh semangat. Seolah-olah dia sangat bahagia dengan kekompakan saat ini. Dia juga belum mengetahui kalau Kayla sudah lulus LPDP.

“Insya Allah jadi. Kamu jangan lupa di print ya, proposal kemarin.”

“Oke, Kak!”

Lihat selengkapnya