Satu Langit Dua Cerita (Kosakata Cinta di La Sorbonne)

Martha Z. ElKutuby
Chapter #21

Kecurigaan Rudi

“Kak, tadi aku bertemu dengan temanku. Azeeb el Maulana. Aku menyimpan rasa tak enak darinya.”

“Maksudmu?” aku mengernyitkan dahiku.

“Ya. Dibandingkan dulu, dia saat ini sangat berbeda. Kakak ingat nggak dulu waktu kita MUN di Malaysia. Dia sangat kental dengan pakaian warna coklat dan abu-abu. Tadi aku melihatnya berpakaian serba hitam dengan topi hitam.”

“Trus?”

“Aku hanya khawatir ada kejadian setelah ini.”

“Kamu yakin itu akan terjadi?”

“Ya. Aku tidak bisa menepis ini semua. Aku sebagai sasaran dendam Mustafa.”

Aku tersedak dan terbatuk-batuk mendengar ucapan Rudi. Hasbi benar. Rudi memang bekerjasama dengan Mustafa. Aku mulai emosi. Makananku berserakan di meja dan jilbabku. Masih ramai di restoran itu. Aku sudah tidak tahan lagi. Secepat kilat, aku membayar tagihan makanan itu. Aku berjalan cepat keluar.

Rudi berusaha mengejarku dan menenangkanku. Dia sedikit keceplosan dan membuat suasana tidak enak. Wajahku pucat. Jantungku berdegub kencang. Aku gemetaran dan berkeringat.

“Kak, tunggu!” teriak Rudi.

Aku terus berjalan cepat menuju apartemen. Sangat menyakitkan buatku mendengar ucapan Rudi barusan. Aku tidak memandang kemana pun selain ke jalan yang aku lalui. Tak lama, tubuhku lemas dan jatuh.

***

Beberapa orang di jalan raya berkerumun untuk memanggilkan ambulance untukku. Rudi mulai cemas. Dia merasa sangat bersalah sejak tadi. Rudi tidak bermaksud untuk mengagetkanku. Hanya dia bercerita saja. Sudah lama ini disimpannya. Dia merasa bersalah kepadaku bila menyimpannya terlalu lama.

Sudah dua jam di UGD Sheikh Zayeed Hospital. Aku belum juga sadarkan diri. Masih berbalut alat bantu napas dan infus. Jantungku mulai melemah. Dari jauh, Salman datang. Rudi sengaja menghubungi Salman untuk membayar asuransiku disini.

“Aku minta maaf tidak bisa menjadi adik yang baik untuknya,” tunduk Rudi di depan Salman.

“Tenanglah! Jangan takut. Aku sudah menelpon dokter pribadinya disini,” Salman merangkul Rudi.

Dimanapun aku berada selalu dibelakangku ada dokter jaga. Jika Ayah tahu, mungkin sudah cemas saat ini. Bahkan, tidak akan tidur mendengarkanku begini. Salman berpesan kepada Rudi untuk tidak memberitahukan ayahku dulu. Biarkan ini tanggungjawab APP Lahore saja. Rudi mengangguk.

“I hope you can make her back to healthy soon.24 ujar Salman kepada dr. Shaheed.

“Be patient! I will do it!25balas dr. Shaheed.

Salman berpamitan ke ruang inapku. Sangat lama memandangku. Di samping tempat tidurku ada Rudi yang sejak tadi masih menunduk. Rasa bersalahnya tidak hilang. Rasanya dia sudah mengkhianatiku. Menyakitkan buatnya.

Mengajakku untuk bekerja di APP Lahore memang sebuah risiko buat Salman. Apalagi kondisiku tidak bisa menghadapi suasana yang menyeramkan bahkan mengerikan. Salman merasa bertanggungjawab untuk menjebolkan aku ke negara ini. Tantanganku bukan hanya di Pakistan aja. Ada beberapa liputan yang akan kukerjakan nanti.

“Rud! Rudi!” suara lemahku memanggil Rudi yang tertidur di sofa ruangan.

“Hmm. Eh, Kak. Udah siuman?” Rudi bergegas menghampiri brankarku.

Lihat selengkapnya