Satu Langit Dua Cerita (Kosakata Cinta di La Sorbonne)

Martha Z. ElKutuby
Chapter #30

"Bonne Nuit, Sorbonne!"

Kala diam menyita semua rasa. Redup mentari semakin menyendukan asa. Pernah dulu aku bilang kalau aku masih bersama bulan malam itu. Namun, tiba-tiba samarnya meninggalkan kamarku. Aku berlari mencarinya. Dia tak sudi kuhampiri.

Hatiku sudah lelah. Aku merasa sepi. Sorbonne terlalu luas buatku jelajahi tanpa peta sama sekali. Apalagi musim dingin ini sudah hampir mencapai puncaknya. Aku masih bingung harus melakukan apa sampai disini. Keputusanku untuk terbang ke Sorbonne memang sudah bulat.

Rudi hanya bisa mengikutiku saja. Dia juga tidak mau diminta balik ke Indonesia. Aku sudah selesai dimarahinya beberapa waktu lalu di Delhi. Aku sungguh tidak mau merepotkannya.

“Makan dulu, Kak!”

“Iya, Rud!”

***

Suhu sudah mulai sangat rendah. Cuaca juga semakin dingin. Aku sudah mulai kedinginan. Sarung tangan katun tidak cukup membalut tanganku yang kedinginan oleh angin siang itu. Rudi sengaja berjaga-jaga kemanapun aku pergi.

“Kok kakak pucat?”

“Nggak apa-apa, kok. Kan lagi cuaca dingin.”

“Ini beda, Kak! Nahan sakit, ya?”

“Nggak. Tenang aja!”

Tak lama menjawab pertanyaan Rudi. Aku roboh begitu saja di depan Zigzag Cafe. Rudi mulai panik. Beberapa orang keturunan Prancis membantu mengangkatku ke dalam kafe. Pemilik kafe memang baik hati.

Aku dibawa ambulance ke Hôspital Hôtel-Dieu AP-HP untuk di opname. Sudah yang kesekian kalinya aku di opname mendadak begini. Namun, aku tetap saja keras kepala untuk beraktivitas di luar. Tetap saja aku ingin berjuang mengelilingi dunia ini.

Rudi dan beberapa suster siaga mendorong brankarku hingga memasuki UGD. Aku segera ditangani oleh dr. Josh. Spesialis penyakit jantung. Dia sahabat ayahku ketika kuliah dulu.

“Veullez attendre dehors,73 kata suster Jenny.

Rudi mundur selangkah dari pintu UGD. Dia duduk diluar menunggu penangananku selesai. Masih dalam kecemasan, dia mendekap wajahnya dengan tangannya. Banyak hal yang mengacaukan pikirannya saat ini. Dia pun tak mampu mengungkapkan itu.

Dr. Josh mengernyitkan keningnya. Sepertinya dia kenal denganku. Dia mencoba bertanya kepada Rudi.

“Kamu walinya?”

“Iya, Dok! Saya walinya, Rudi!”

“Sudah berapa lama dia seperti ini?”

“Sudah lama. Namun, tetap saja dia tak mau istirahat.”

“Ada kartu identitasnya?”

“Ada, Dok. Ini!” Rudi menyodorkan kartu identitas dan visaku.

Wajah dr. Josh berubah semakin sendu. Dia sudah lama tidak bertemu denganku. Waktu aku masih kecil. Ayah mengajakku ke rumah dr. Josh untuk silaturrahim lebaran. Saat itu terakhir kali aku melihat dr. Josh. Setelahnya, dr. Josh bertugas lama di Prancis.

“Dia anak dari temanku. Ayahnya sahabatku!”

Mata Rudi terbelalak kaget. Dia tak menyangka sampai bertemu orang yang tepat menanganiku.

               

***

“Han, kamu harus istirahat total. Bukankah kamu harus tinggal dulu di Indonesia? Kenapa sampai kesini?”

“Maaf, Dok! Kami baru saja kembali dari Pakistan dan India.”

“Tujuannya?”

Lihat selengkapnya