Seperti fungsi literasi yang buruk, gossip kerap kali membuat runyam.
“Pak Danang gak bisa hadir hari ini. Tapi kelas bimbingan gak boleh libur, yang belum beres KTI bisa kerjain sekarang, yang udah selesai boleh kerjain latihan soal sendiri,” Galih selaku ketua kelas bimbingan mengumumkan amanat dari Pak Danang.
Pengumuman yang disampaikan Galih barusan cukup membuat kelas jadi bising. Semua anak sepertinya senang karena punya cukup waktu luang—mereka lelah setiap hari ditempa belajar tambahan. Murid-murid dengan peringkat sepuluh besar ini pun sama, kelas padat terus-menerus bisa saja membuat letih.
“Erlan mana, ya? anak baru tapi paling sering telat kelas,” seru Rana kepada yang sedang berkumpul di bangkunya untuk mengobrol.
Ada Gaza, Raline, Pra, Ann, Galih, dan Agus di situ.
“Btw, setelah gue pikir-pikir nih ya. Raline kan gak pernah ngobrol sama Erlan padahal dulu satu sekolahan, jangan-jangan… Raline pernah suka ke Erlan tapi ditolak, kan?” celetuk Galih tiba-tiba di tengah kumpulan itu.
Galih tidak ada saat hari Gaza bercerita tentang masa lalu mereka berdua.
Suasana menjadi gerah, khususnya bagi Raline. Anak-anak yang sudah tahu saling bertatapan, kaget dan bingung, bisa-bisanya kebetulan sekali Galih bercanda seperti itu.
“Eh kenapa pada gitu mukanya? Bercanda kok gue, bercanda,” sahut Galih yang menyadari perubahan suasana.
Raline hanya menatapnya sekilas, memilih tidak mempermasalahkan apa yang dikatakan. Selain karena itu benar, juga supaya tidak perlu diungkit lebih banyak.
“Ssst! Itu bukan lawak, tapi emang faktanya gitu,” bisik Rana untuk menghentikan Galih.
“Lo jangan ngomong-ngomong gitu depan Raline lagi ya, Lih!” sahut Ann berniat menghentikan Galih juga.
“Tolong ya, gak usah dibahas lagi,” akhirnya Raline buka suara, kemudian memilih pergi keluar kelas untuk menenangkan diri sebentar.
Tidak lama setelah Raline pergi, Erlan akhirnya datang.
“Duh, gue telat banget ya? mana Pak Danang?” ujar Erlan setelah duduk di kursinya.
“Udah tau telat pake nanya lagi,” ketus Rana dan agak membentak.
Erlan kebingungan mengapa nada bicaranya jadi berubah begitu.
***
Erlan merasa selama di kelas hari ini suasana sangat tidak nyaman, orang-orang mendadak tidak ramah, apalagi Rana.
“Orang-orang pada kenapa, sih? si Rana juga kenapa lagi tiap ditanya nyolot,”
“Dia marah karena dulu lo tega banget nolak Raline,” ujar Gaza.
“Kan bukan Rana yang ditolak, kok dia yang sensi?”
Gaza kembali merasa bersalah. “Masalahnya mereka deket banget, udah kayak monokotil sama dikotil. Sori, ini salah gue sih awalnya,”
“Bener. Salah lo emang. Udahan sampe sini kita jadi temen!!” mendadak Erlan berubah serius.
“Apa?”
“Bercanda,”
Minta diselipin ke Palung Mariana nih orang, batin Gaza.