SATU SATURASI

nonetheless
Chapter #7

Pertama dan Terakhir

Perpisahan bisa dibicarakan dari banyak cara, kata, celah, makna, dan sikap.



Kelas bimbingan tanpa Erlan. Judul baru untuk kebahagiaan Raline sepertinya akan dimulai hari ini.

“Jadi dia beneran udah bilang mau berhenti ke bokapnya, Za?” tanya Raline dengan sangat ceria di depan pintu kelas.

“Iya, gue udah ngomong kan dia beneran gak mau beasiswa itu sebenernya—” Gaza menghentikan bicaranya, sesaat kemudian,

“Eh, kok dia ke sini lagi?” seru Gaza setelah melihat sosok teman darah birunya itu menuju pintu kelas.

“Apa-apaan lo, Lan? Gue pikir lo beneran berhenti, ngapain ke sini sekarang?” tentu Raline heran dengan kehadirannya lagi, tiba-tiba juga merusak mood gembiranya hari ini.

“Gue kemari buat pamitan dulu sama semuanya,” jawab Erlan datar.

“Yah, beneran ternyata,” ujar Gaza sedih.

“Ya nggak lah! Jangan banyak nanya, urus aja masalah kalian sendiri!” lontar Erlan sambil berlalu menuju kursinya, meninggalkan kekeselan bagi Raline dan Gaza di ambang pintu.

“Keparat! Punya hak apa dia teriakin gue kayak gitu?” Raline menggerutu kesal dan pergi meninggalkan Gaza juga di ambang pintu.

“Duh, bisa gila gue!” keluh Gaza pada dirinya sendiri.

Sepertinya, semesta belum mengizinkan Raline untuk lebih bahagia lagi.

***

Satu jam berlalu. Raline mulai mencoba menyerap lebih banyak pengaruh positif dari membimbing Erlan mengejar materi saintek dasar. Raline berpikir keras untuk selalu merasa kalau mengajarkan Erlan sampai paham itu penting, karena itu salah satu bentuk praktek penguatan memori, dan amanahnya juga dari Bu Nida untuk bisa menjadi guru bagi orang sekitar.

Semoga aja ini jadi secuil campur tangan gue ngewujudin tujuan negara, mencerdaskan kehidupan bangsa.” batinnya gemas.

Pak Danang mendapat telepon disela-sela jam mengajar. Lalu, terlihat jelas air mukanya berubah jadi sendu.

Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, Telah berpulang guru kita semua, Ibu Nida Setiawati. Hari ini pukul 14.35 di kediamannya.”

Remuk hati, perasaan, suasana, dan semuanya dalam diri Raline—seketika.

Raline tidak menyangka hari ini akan masuk sebagai hari dengan perasaan sedih berlebih. Ia samasekali tidak menyangka jika kemarin adalah pertemuan terakhirnya dengan guru baik itu. Raline menenggelamkan dalam-dalam kepalanya di meja, menangis sebanyak yang ia mau.

Suasana menjadi berkabung. Semua yang muslim membacakan al-fatihah.

Doa yang disertai sesak semoga masih berkualitas baik, untuk sampai kepada-Nya.

***

“…”

“Iya, Ma. Aku bakalan belajar yang bener kok mulai sekarang,”

Lihat selengkapnya