SATU SATURASI

nonetheless
Chapter #16

Sebelum Ovha

Masa lalu tetap punya tempatnya sendiri. Tidak pernah terjadi untuk bisa diperbarui.



Bujukan Raline untuk membantu Ovha akhirnya tidak berhasil membuat Erlan urung. Erlan yang menahan ngantuk sudah berada dalam mobil yang terparkir di depan rumah Raline. Ovha meminta mereka berkumpul di apartemennya pukul delapan pagi. Erlan harus sudah menjemput Raline jam tujuh lebih tujuh belas, sesuai permintaan Residivis Cinta itu.

“Sabtu begini harus bangun pagi, ngerepotin banget emang,” gerutu Erlan yang menunggu Raline, gadis itu belum juga keluar setelah hampir tiga puluh menit.

Sesaat terdengar suara pintu rumah yang sudah terkunci. Raline melangkah keluar pagar secara perlahan. Dress putih selutut membuat dirinya menjadi kembaran malaikat. Ditambah pipi yang merah natural merona, bibir pink lembut, dan sentuhan riasan yang tidak berlebihan. Raline tampil berbeda dengan rambut panjang sebahu dibiarkan terurai. Segala macam yang menempel serasi di tubuh Raline pagi ini bisa membuat Erlan enggan mengerjapkan mata.

“Apaan nih? Ngapain lo tercengang begitu? Kenapa? Gue cantik, ya, kalo dandan?” curiga Raline begitu frontal.

Erlan mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya.

Raline tersenyum percaya diri. “Jantung lo berdebar?”

“Iya, sedikit deg-degan,” jawab Erlan cepat.

“Apa? Ah, paling juga bentar lagi lo ngomong bercanda, dah hafal gue,”

“Gue serius, jantung gue beneran berdebar,” ujar Erlan setengah sadar tanpa berhenti menatap Raline.

Ekspresi Raline berubah serius, mendadak muncul rasa bangga, ia berhasil berkat ilmu riasan yang sering terdengar dari ocehan Rana.

“Gue malah sampe gemeter karena lo keliatan heboh, apa-apaan pake makeup sama gaun gila gitu?” sahut Erlan kemudian.

“Ra, udah deh. Ini gak bakalan berhasil. Ovha itu gak tertarik sama lo,”

“Itu gak bener. Dia akan tertarik.” sanggah Raline dengan lugas.

***

Setelah mendapat arahan dari Ovha, Erlan siap melakukan rekaman video dengan baik. Ia memegang kamera pada posisi yang sudah ditentukan untuk mengambil berupa dokumentasi. Ovha dan Raline menjadi model belajar bersama, mereka berdua terlihat lebih dekat. Keduanya duduk bersebelahan pada sebuah meja belajar. Ovha mencontohkan bagaimana seharusnya mengerjakan tugas kelompok, pembagian waktu break, dan saling mengajarkan materi. Ia begitu serius seperti sedang belajar sungguhan. Sementara Raline begitu banyak tersenyum dan menatap Ovha diam-diam.

Residivis cinta itu hampir mati saking bahagianya. Gue ini lagi ngerekam video edukatif atau dokumentasi pengantin baru? batin Erlan.

Erlan mematikan kameranya tiba-tiba. “Bentar, Vha. Gue gak bisa ngerekam ini lagi,”

“Ada apa?” tanya Ovha menghentikan aktivitasnya.

“Maksud gue gini… Raline senyum-senyum terus dari tadi, ini kan ceritanya BELAJAR bareng teman, jadi contohnya harus serius,” lontar Erlan penuh penekanan.

Ovha menatap Raline untuk memastikan, sedangkan Raline hanya berusaha menelan salivanya.

“Apaan, sih, Lan? Gue gak senyum-senyum—”

“Yang apaan tuh riasan wajah lo,” sanggah Erlan.

“Ovha, lo harusnya minta tolong ke dia, tolong supaya lebih realitis, mana ada akting pelajar pake makeup tebel-tebel,”

Erlan meninggalkan kameranya, ia pergi duduk mengandih kursi yang Raline tempati di sebelah Ovha. Erlan terus menyeret tubuh gadis kasmaran itu sambil mengisyaratkan agar segera pindah.

“Gue aja yang jadi modelnya, terus Raline sana yang ngerekam, ya, Vha?” bujuk Erlan.

“Boleh, kenapa nggak?” Ovha menyetujui saran tersebut dengan santai.

“Sana! Cepetan sana!” Erlan semakin menyeret Raline yang belum pindah posisi juga.

***

Proyek rekaman berjalan dengan lancar. Erlan tentu senang sehingga tidak perlu terlibat lagi dengan anak yang satu itu, ia ingin segera pulang dan melanjutkan tidur siang. Tapi gerak-gerik Ovha membuat Erlan curiga kalau orang itu akan menahannya lebih lama lagi.

“Gue mau ajak ke suatu tempat, anggap aja upah tadi bantuin gue,”

“Ke mana?” tanya Raline dengan semangat.

“Kalian bakal tau nanti, lo bakalan suka, Ra,” jawab Ovha sebelum berlalu masuk ke mobilnya.

Erlan mendadak kehilangan selera untuk tidur siang.

Pipi Raline masih meninggalkan bekas merah, ia tersipu. “Gue bakalan suka? Liat, kan? Lo masih mau bilang kalo Ovha sama sekali gak tertarik?” ujarnya menantang Erlan.

“Harusnya kita makan aja,” jawab Erlan sambil menghela napas.

Raline tidak mau meladeni Erlan bicara, lalu ia segera berjalan cepat menuju mobil Ovha untuk mengambil posisi duduk di sebelahnya.

Erlan yang menyadari itu segera berlari mendahului Raline, ia merampas jok di samping kemudi dengan menerobos ketika Raline hendak masuk.

“Gue gampang mabok kendaraan, jadi harus duduk di depan, ya?” alibi Erlan dibuat sampai terdengar sangat natural.

***

Lihat selengkapnya