SATU SATURASI

nonetheless
Chapter #19

Tiga Anak Tangga

Kita mungkin bisa mencintai orang sampai ke bulan dan kembali sebanyak tujuh kali. Namun, orang itu juga bisa punya hakikat untuk bilang "Aku tidak pernah menyuruh begitu."

Raline berjalan riang selama di sekolah. Katanya Rana mengintip bocoran prediksi rank parallel untuk semester ini yang tertinggal di ruang OSIS. Ia memberitahu Raline bahwa nama Raline Araposa dicetak tebal pada peringkat dua. Siapa yang tidak gembira? Itu adalah susunan nilai dari yang paling tinggi dalam jumlah siswa seluruh sekolah. Otomatis juga hak beasiswa kuliah teknik akan aman ditangannya.

Kebahagiaan Raline itu terbawa hingga kelas bimbingan pukul tiga sore. Ia melangkah riang, menyapa setiap orang dengan ramah, bahkan tersenyum pada siswa lain yang tidak pernah Raline kenal. Suasana seperti sekarang ia rasa akan lebih spektakuler lagi jika ditambah ngobrol dengan Ovha. Namun, sayangnnya Ovha sedang mengurus beberapa dokumen prestasi di ruang BK selama kelas bimbingan, kata Gaza.

Rana sudah paham mengapa Raline sesenang itu, Erlan dan Gaza yang memperhatikan tingkah aneh Raline pun akhirnya diberitahu oleh Rana.

Ketika waktunya istirahat, seorang guru menghampiri Raline, Gaza, dan Erlan yang sedang mengobrol di koridor kelas bimbingan. Guru tersebut meminta tolong mereka untuk menyimpankan buku-buku atlas tebal dan peta dunia besar yang sudah rusak ke gudang. Raline yang gembira setengah hidup itu tidak keberatan sedikit pun meski harus pergi sejauh empat lantai. Iya, gudang yang dimaksud terletak di lantai paling atas gedung sekolah ini. Mereka bertiga harus menaikinya sambil membawa benda-benda berat yang tak terpakai lagi itu.

“Ayo, kita pergi ke gudang!!” seru Raline masih sangat ceria.

Erlan tidak habis pikir. “Lo nyaranin kita semangat buat lewatin ratusan tangga?”

“Anggap aja olah fisik, ayo!!”

Setelah menyelesaikan “urusan” dari gudang, Erlan dan Gaza berjalan ke bawah dengan lesu. Namun, tidak dengan Raline, ia bahkan melompat-lompati anak tangga yang seperti tidak ada ujungnya. Sampai kemudian, kaki Raline terpeleset dari tangga yang cukup tinggi. Erlan yang ada di belakangnya segera menarik hoodie belakang Raline kuat-kuat, membuat kelinci dadakan itu terselamatkan tulang bahkan nyawanya.

“Dasar, Hei!!!” bentak Erlan.

Raline masih mengatur napasnya. “Uh, gue hampir mati,”

“Lo sebahagia itu?”

“Apanya?” tanya Raline salah tingkah, ia menyadari jika berapi-apinya sudah tidak wajar.

“Gue liat cara lo turun tangga mirip kelinci dengan antusiasme yang gak terkontrol. Sebahagia itu lo akan dapet peringkat dua?”

“Masa iya, sih, dia harus sedih? Bakalan terjamin beasiswa buat univ bagus, gue bahkan nangis kalo jadi dia,” sanggah Gaza.

Raline menatap Gaza dengan tambahan senyum setuju. Perkataan Gaza benar-benar on point.

“Ditambah lagi kalo gue punya rank bagus, gue makin sederajat sama Ovha!!” seru Raline kembali dengan optimisme itu lagi.

“Apa?” Erlan terkejut dengan keterangan gila semacam itu yang ke sekian kali.

Raline hanya menatap Gaza yang ekspresinya ikut gembira. Ia tertawa pelan cuma kepada Gaza yang memahami antusiasnya.

“Lo gak nutupin perasaan lo lagi, ya, sekarang,” sahut Gaza.

“Ah, malaikat aja tau kalo gue CINTA Ovha,”

Raline mengatakan hal itu dengan lantang sampai tidak sadar kedua orang di dekatnya berpindah pandangan. Mereka menatap seseorang yang berhenti sekitar tiga anak tangga dari tempatnya berdiri. Terlihat orang itu berbalik arah setelah mendengar jelas ucapan Raline barusan.

“HEH KALIAN!! SEJAK KAPAN OVHA BERDIRI DI SITU???”

Lihat selengkapnya