Si aneh masih menatap seluruh penghuni ruangan selama beberapa detik. Dia tampak seperti koala, gerakan lamban, mata besar dan bulat, baju tebal berlapis-lapis, penggambaran yang sesuai. Sekarang gadis itu menghela napas pendek-pendek seolah menyebutkan nama adalah salah satu hal yang paling sulit dilakukan. Mungkin sama seperti mengaku bahwa sesungguhnya ia bukan berasal dari planet Bumi. Pada akhirnya manik abu-abu gelap itu jatuh kepada Eddy. Tatapan yang begitu tajam sehingga membuat pemuda itu lagi-lagi bergidik.
“Kau yang membuatku melakukan hal hina ini!” bisiknya penuh ancaman. “Namaku Bell, sudah puas kalian?”
David yang pertama merespon dengan kedikkan bahu. “Ya, setidaknya sekarang aku tahu harus memanggil apa supaya kau menoleh kalau-kalau kita tak sengaja bertemu suatu saat nanti.”
“Dan apa gunanya meneriaki namaku di depan umum? Memalukan!”
“Kenapa malu, sebenarnya Bell nama yang sangat bagus,” sahut Eddy. Hampir menjadi sebuah pujian jika saja pemuda itu mengatakannya lebih lambat.
Menyadari semburat merah samar di wajah datar nan kurus milik Bell, Arial buru-buru memutar bola mata. “Tadi kalian ingin bersahabat, sekarang ingin menjadi pasangan kekasih juga? Ayolah, berhenti membuatku mual, aku tidak boleh ke toilet!”
“Ya, kau benar. Mari kita kembali ke tujuan awal.” Bell kembali fokus, jemarinya mengelupasi pecah-pecah di telapak tangan. “Aku penderita kleptomania, itu adalah kutukan yang membuatku tidak punya satu pun teman di sekolah. Mereka takut berteman denganku, atau mungkin mencegah barang-barang mereka berpindah tangan.” Gadis itu bercerita dengan senyum yang terus tersungging.
Eddy menoleh kepada Amber yang duduk di sebelahnya. “Kliptomina itu apa?”
“Kleptomania!” koreksi gadis itu setelah mengembuskan napas prihatin. “Katakanlah, dia suka ... mengoleksi barang orang.”
“Apa salahnya dengan itu?”
“Astaga! Dia mencurinya, Otak Udang!” bentak Arial tak sabaran.
Eddy melupakan ketersinggungannya demi mengangguk-angguk paham sekaligus heran setengah mati dengan fakta yang baru saja ia ketahui. Memangnya ada penyakit seperti itu?
“Lagi pula, sepertinya bukan itu saja alasan orang-orang takut denganmu.” Arial meneliti penampilan Bell dari atas sampai bawah. “Mungkin kau harus melepaskan mantel besar itu agar orang-orang tidak menganggapmu malaikat pencabut nyawa.”
“Percayalah, bukan mantel ini yang membuatku dijauhi orang-orang ....” Gadis itu mencondongkan badan, merendahkan suara, “tapi benda-benda di dalamnya.”
“Memang ada apa di dalamnya?” tanya David segera.
Bell beralih kepadanya, menunjukkan senyum penuh arti. “Dompetmu.”