Saturday Class

Impy Island
Chapter #7

Tragedi Makan Siang

Pukul 12:15, Arial terdiam nelangsa di bangkunya sambil berselonjor kaki ke atas meja. Bola matanya berkeliaran, memperhatikan semua orang sudah kembali ke tempat duduk masing-masing, lantas mengeluarkan berbagai bentuk wadah dari dalam tas. Bahkan gadis seperti Bell tak luput mengeluarkan bekal, meskipun miliknya tampak sangat janggal terbungkus kantung pelastik hitam. Selanjutnya, suara riuh-rendah alat makan pun terdengar, serta aroma campur aduk samar yang masuk ke lubang hidung Arial dengan indahnya.

Sial, aku lapar!

Pemuda itu bersiul, bangkit dari bangku dan melangkah perlahan ke meja Amber memamerkan senyum paling ramah yang bisa dibuatnya. “Kau bawa bekal apa? Kelihatannya enak.”

“Sushi.”

“Hmm, aku dengar sushi terbaik adalah yang masih segar.” Pemuda itu berbasa-basi, padahal di pikirannya tidak terbayang sama sekali makanan seperti apa itu sushi.

Amber akhirnya menoleh. “Benar, mau coba?”

Wajah Arial langsung semringah. “Bolehkah?”

“Tentu, ambil saja satu.”

Pemuda itu menggosok-gosok telapak tangan penuh semangat, lantas meneliti enam kepalan nasi terbungkus rumput laut yang dihiasi sayatan ikan berbagai jenis di atasnya. Detik berikutnya Arial menyadari sesuatu yang malah membuat perutnya bergejolak. Ia tak tahan dan langsung menjulurkan lidah.

“Itu ikan mentah!”

“Memang itu bahan dasar sushi, Bodoh!” tutur Amber yang tak kuasa menahan tawa. “Nasi dan hewan laut mentah.”

Arial melanjutkan akting mual-mualnya dengan dramatis. “Lalu untuk apa nenek moyang kita susah-susah menemukan api kalau pada akhirnya kau makan makanan mentah seperti kaum bar-bar!”

“Nenek moyangmu tidak sama denganku! Jadi, kalau tidak suka sushi cepat pergi dari sini!” cibir gadis itu sambil mengibaskan tangan.

“Memang akan kulakukan!”

Arial menggerutu, mulai berjalan lagi kini ke meja Eddy. Memperhatikan sebentar pemuda atletis itu mengaduk-aduk gelas stainless steel super besar berisi cairan kental berwarna cokelat gelap. Lantas buru-buru mengeluarkan satu bungkus roti gandum tebal isi delapan, dan empat butir telur rebus, juga dua buah apel. Wajahnya begitu serius ketika meracik roti isi, padahal bahan-bahannya hanya dua.

Arial sontak bersiul. “Ini makan siang atau sekalian makan malam?”

Pemuda itu mendongak, agak terganggu. “Tentu saja makan siang. Makan malam, ya malam hari, di rumah.” Mulutnya mulai menyuap tiga helai roti sekaligus.

Arial meneguk liur sebelum bergumam, “Pantas saja otot-ototmu jadi sebesar itu.”

Belum patah semangat mendapatkan makanan gratis, pemuda itu menghampiri meja David yang sibuk mengeluarkan kotak persegi panjang berwarna ungu dari dalam sarung tenun. Sejauh ini tampak luar dari bekal si Cupu terlihat paling normal, jadi Arial langsung saja merangkulnya.

“Bekalmu apa, Dave? Boleh kuminta sedikit?”

Lihat selengkapnya