Saturn Return

Aprillia Ramadhina
Chapter #5

(KALA) BAB 4

BAB 4

Simulacrum Creative Space & Coffee Shop tampak begitu mengesankan. Cerita dari orang-orang yang kukumpulkan kuletakkan di sebuah bilik bernama ruang pengakuan dosa di pojok ruangan. Ada banyak barang-barang penuh kenangan menyakitkan. Ada yang ingin namanya ditulis terang-terangan dan ada yang meminta disembunyikan. Pengunjung yang hadir juga bisa menuliskan segala yang mereka ingin keluarkan, mulai dari dosa-dosa yang mereka tutupi rapat-rapat, impian-impian gila, masa lalu yang meninggalkan luka dalam dan banyak lagi hasrat-hasrat yang luar biasa tak terduga.

Rendra berkeliling di sampingku memandang benda-benda dan karya-karya yang terpajang. Matanya terpaku pada sebuah boneka beruang tempat di mana namaku tertera di sampingnya.

“Ini barang lo, Kal?”

Aku menjawab dengan tersenyum

“Patah hati terhebat, judulnya. Nggak paham gue. Ini barang dari mantan lo?”

“Hhm, gue pernah denger katanya yang namanya patah hati terhebat itu bisa bikin orang susah move on. Boneka ini saksi dari patah hati terhebat gue, Ren. Tapi bukan dari mantan pacar. Itu dari bokap gue. Cinta pertama anak perempuan itu kan, ayahnya. Sayangnya, dia matahin hati gue sampe gue nggak tahu gimana nyatuinnya lagi. Dia ninggalin nyokap demi perempuan lain.”

“Sorry, Kal. Gue nggak tahu.”

“Nggak apa-apa. Dengan naruh benda itu di sini, gue lagi mencoba berdamai kok sama diri gue sendiri.”

“Jadi itu yang buat seorang Kala nggak pengin nikah?”

“Nggak juga sih, Ren, mungkin cuma salah satunya aja. Eh, lo tau-tauan dari mana lagi gue nggak pengin nikah? Pasti Bastian ya ember?”

Rendra hanya tersenyum penuh makna. “Patah hati terhebat itu harus dikalahin sama jatuh cinta terhebat.”

“Oh, ya?”

“Iya dong. Kalau nih ya Kal, lo nemuin orang yang bisa bikin lo jatuh cinta dengan begitu dahsyatnya. Apa lo bakal berubah pikiran soal pernikahan?”

“Duh, tergantung siapa juga kali Ren, orangnya.”

“Kalau orangnya itu gue, gimana?”

Eh. Aku nggak salah denger, kan? Maksud Rendra tuh…

“Yaaelah, Kal, muka lo biasa aja dong. Gue jadi nggak enak lo sampe bengong gitu. Udah ah, ke venue, yuk. Hippocampus kayaknya bentar lagi mau tampil. Gue mesti ke backstage, nemenin mereka.”

Pengunjung tampak mulai memadati arena. Aku sempat tidak lagi dapat melihat Rendra sudah berada sejauh apa di depanku. Tiba-tiba ada yang menarik tanganku merapat ke tubuhnya.

Lihat selengkapnya