BAB 5
Bali! Akhirnya, setelah mengajukan cuti dan beristirahat dari banyak project pameran, aku bisa juga pergi liburan. Kami memilih Ubud untuk tempat menginap karena daerah ini terasa begitu menenangkan. Aku dan Rendra menginap di hotel yang sama. Supaya gampang kalau mau jemput dan mau jalan-jalan. Besok band Rendra akan tampil di sebuah acara musik di Beachwalk Bali. Sebenarnya, panitia acara menawarkan band Rendra untuk menginap di dekat tempat acara. Tapi, Rendra berjanji akan tetap tiba tepat waktu besok di lokasi.
Berhubung hari ini belum ada agenda penting, kami bisa jalan-jalan dulu.
“Jadi, lo mau langsung kemana, Kal?” tanya Rendra saat kami sudah sampai di hotel.
“Gue rebahan dulu aja kali ya, mandi, ganti baju, terus baru jalan. Belum tahu sih mau ke mana. Enaknya kemana?”
“Gue mau ngajak lo ke suatu tempat yang keren terus sekalian dinner. Nanti jam 4-an gue ketok lagi kamar lo.”
“Oke.”
*
Ternyata Rendra mengajakku ke museum Antonio Blanco. Tempat yang sebenarnya sejak dulu ingin kudatangi jika ke Bali. Saat memasuki halaman museum, kami disambut sebuah patung Dewa Siwa bertangan empat di atas lembu. Aku berkeliling melihat-lihat lukisan luar biasa hasil karya Blanco yang dipajang. Banyak lukisan perempuan. Kemudian aku menuju studio tempat Blanco melahirkan karya-karyanya. Aku selalu takjub dengan ruang kerja seniman. Betapa ruang punya andil terhadap proses kreativitas untuk menciptakan sebuah masterpiece.
Aku masih terus berkeliling sampai perutku terasa lapar. Kulirik jam masih pukul 5 sore. Tapi, katanya museum sebentar lagi akan tutup. Aku dan Rendra kemudian memilih untuk makan di Rondji Restoran. Kudengar nama restoran ini diambil dari nama istri Blanco yakni Ni Rondji yang penari itu. Kadang, aku membayangkan bagaimana kisah cerita mereka. Dua seniman, pelukis dan penari. Pastilah keromantisan mereka penuh dengan nuansa artistik.
Aku begitu menikmati suasana di restoran ini. Karena letaknya menjorok ke tebing dan berada di atas bukit. Sungai Campuan bisa terlihat dari atas sini. Tempat ini juga dikeliling pepohonan rindang. Terasa begitu asri dan teduh.
Rendra memesan fetuccine carbonara sementara aku memasan Nasi Campur Bali. Aku sedang tidak tertarik makan makanan western. “Katanya makanan di sini itu isinya memang menu Eropa dan makanan khas Bali. Mewakili asal dari Antonio Blanco dan Ni Rondji.” kata Rendra.
“Perpaduan cita rasa dan rasa cinta dong ya. Manis banget.” ujarku.
Sambil menikmati santapan dan mengobrol banyak hal, perlahan cahaya alami kemudian berganti dengan cahaya temaram dan hangat dari lampu-lampu di restoran. Sungguh romantis.
“Kala, band gue ternyata menang kompetisi band yang gue bilang ke lo waktu itu. Sebentar lagi gue sama anak-anak bakal rekaman ke Aussie.”
“Wow, selamat, Ren. Keren banget emang lo dan band lo itu.”
Tiba-tiba Rendra menyalakan musik dari handphone-nya.
Years and month are illution that i can count
When the sun goes down on when it flies as leave in
Like your smile for the last time we met
Distance and time leave you honest
So they’re dancing be our guide